Memetik Pahlawan di Musim Kedzoliman

Indonesia sebagai negara merdeka tapi faktanya justru tanpa kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan kepribadian dalam kebudayaan. Dengan pemerintahan yang menjadi budak dari kekuasaan oligarki politik dan ekonomi.

Bukan hanya perampokan sumber daya alam. Konstitusi juga bisa dibeli untuk melahirkan kekuasaan yang tiran yang diperintah oleh borjuasi korporasi kapitalistik.

Rakyat harus berhadapan dengan aparatur keamanan yang menjadi centeng dari penjajahan di negerinya sendiri. Presiden dan para menteri serta pejabat institusi negara lainnya.

Secara berjamaah melakukan penyimpangan. Penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi dipertontonkan di sana-sini di hadapan rakyat. Kekuasaan telah melakukan kejahatan negara tanpa tersentuh hukum.

Bagi rakyat yang melawan, maka ia menjadi terpidana. Dengan tindakan represi bahkan pembunuhan jika diperlukan.

Persatuan dan kesatuan bangsa juga terus terancam. Mungkin bukan saja berpotensi memicu konflik horisontal sesama anak bangsa.

Mirisnya rezim Jokowi menggunakan uang rakyat untuk memecah belah rakyatnya sendiri dengan memelihara dan merawat para buzzer pendengung dan influencer.

Tidak sekedar memproduksi hoax dan fitnah. Para serdadu komunikasi bayaran bukan hanya merekayasa isu sosial, politik dan hukum. Mereka juga menyasar pada sektor keagamaan.

Hasilnya penghinaan agama, para ulama dan umat Islam. Bukan hanya politisasi dan kriminalisasi umat Islam. Para penista agama itu juga berupaya menyerang aqidah umat Islam.

Pertama dan satu-satunya rezim kekuasaan di Indonesia yang pernah ada melakukan kejahatan keagamaan. Akibatnya bisa dipastikan benih-benih perpecahan mulai tumbuh subur.

NKRI semakin berada di ambang kehancuran. Tidak perlu waktu lama untuk menemukan peta dunia tanpa keberadaan negara Republik Indonesia, kelak. Dengan kata lain, menjelang NKRI bubar.