Melalui simpul-simpul komando kemiliteran inilah, rencana strategis militer global yang bertumpu pada AS-NATO diintegrasikan ke dalam rancangan militer global, termasuk dalam mempersenjatai ruang angkasa.
Dari sini kita sudah dapat sedikit gambaran jika sewaktu-waktu AS-NATO harus melancarkan serangan militer berskala besar baik terhadap Korea Utara atau Iran, akan dikoordinasikan oleh USSTRACOM. Kalau kita telisik mandat yang dibebankan pada USSSTRACOM, tugasnya adalah mengawasi suatu rencana serangan berskala global dengan mendayagunakan persenjataan konvensional maupun persenjataan nuklir.
Yang lebih mengerikan lagi, USSTRACOM ternyata juga disiapkan untuk memainkan peran sebagai integrator global yang diberi misi Operasi Ruang Angkasa, Operasi Informasi, Pertahanan Pertahanan Peluru Kendali Terintegrasi, Komando dan Kendali Global, Penyelidikan Intelijen, serta Penangkal Strategis.
Mengingat salah satu tugas pokoknya adalah sebagai Penangkal Strategis, masuk akal jika USSSTRACOM diberi wewenang untuk memimpin, merencanakan, dan menjalankan operasi-operasi penangkal strategis pada skala gloibal. Sehingga seluruh operasi USSSTRACOM merupakan refleksi dari skema persekutuan strategis AS-NATO.
Maka itu, USSSTRACOM dan Komando Komponen Fungsional Gabungan atau Joint Functional Component Command for Space and Global Strike-JFCCSGS), diserahi tanggungjawab dan wewenang untuk meluncurkan operasi militer dengan menggunakan persenjataan nuklir maupun konvensional sesuai dengan doktrin pemerintahan Presiden George W Bush pada 2002. Kedua kategori persenjataan ini akan diintegrasikan ke dalam kerangka operasi serangan gabungan di bawah kendali komando yang juga terintegrasi.
Adapun rencana perang strategis yang terpusat ini disebut OPLAN (Operational Plan 8044. Melalui mana opsi-opsi diberikan untuk mencegah, menghalangi/menangkal, dan jika perlu, melancarkan serangan balik terhadap negara-negara yang dipandang telah mengancam keamanan nasional AS-NATO.
Dalam skenario seperti ini, derivasi atau turunan dari OPLAN 8044 adalah CONPLAN 8022, yang diserahi wewenang untuk mendayagunakan kemampuan Perang Nuklir, Konvensional maupun informasi untuk menghancurkan target-target yang dijadikan prioritas dimanapun di dunia.
Rencana CONPLAN 8022 ini kemudian diterjemahkan oleh Angkatan Laut dan Angkatan Udara menjadi satu paket serangan dari kapal selam dan pesawat pengebom tempur mereka.
Pada perkembangannya kemudian, CONPLAN 8022 kemudian ditinggalkan pada 2008 lalu, namun prinsip-prinsip dasar serangan global dan perang global, tetap dipertahankan dan tidak berubah. Misal JFCCSGS kemudian diganti menjadi Joint Functional Component for Global Strike and Integration. Namun hakekatnya sama saja. Yaitu mengintegrasikan semua elemen kekuatan militer yang mendukung Komando, misi global Komando Strategis AS (USSTRACOM).
Terkait dengan kendali komando USSTRACOM di Timur Tengah dan Asia Tengah, maka keteribatan Israel dalam persekutuan ini layak untuk disorot. Sejak 2004 , Israel telah mendapatkan kiriman kurang lebih 500 buah bom penghancur bunker BLU(Bomb Live Unit) 109 buatan AS. Perintah pengadaan untuk BLU dikeluarkan pada April 2005. Bahkan AS telah mengkonfirmasikan bahwa Israel harus memperoleh 100 buah bom penghancur bunker yang lebih canggih, yaituy GBU 28 buatan Lockheed Martin.
Dari informasi yang dihimpun tim riset Aktual, GBU 28 sebagai senjata konvensional sebesar 5000 pon dengan pembidik laser yang menggunakan hulu ledak penetratif seberat 4.400 pon, senjata jenis ini sudah pernah digunakan sewaktu AS dan NATO melancarkan invasi militer ke Irak pada 2003 lalu.