Bahkan dalam pandangan Barat, Ultra-Nasionalis itu sering disamakan dengan fasisme. Kalau McBeth menggambarkan kekhawatiran dan pandangan kaum sosialis-demokrat (sosdem) atau Neolib di Indonesia, tentu saja itu sangat wajar. Dan sangat masuk akal jika ada gerakan atau operasi intelijen dari kubu AS dan kelompok ini untuk menjatuhkan reputasi Pak Gatot. Dengan mencitrakan Pak Gatot sebagai sosok ultra-nasionalis, fasis dan anti Amerika.
Namun gerakan ini tiba-tiba jadi aneh dan janggal, ketika dipagelarkan justru dari jalur jejaring Republikan yang notabene berhaluan neo-konservatif dan anti liberalisme. Yang mana kebetulan pemerintahan Gedung Putih sedang dikuasai jejaring kaum Republikan.
Apalagi ketika elemen garis depan dalam mengeluarkan red notice pada Pak Gatot, adalah US Customs and Borders Protection yang selain berada di bawah naungan Kementerian Keamanan Dalam Negeri, juga berhaluan yang anti liberal. Dan bahkan di dalam peta politik AS itu sendiri, pemerintahan Trump justru dipandang Ultra Nasionalis dan menganut paham populisme. Dan lebih daripada itu, sama sekali tidak berkepentingan terhadap isu ultra nasionalisme dan fasime Pak Gatot, andaikan itu memang benar. Karena isu tersebut lebih merupakan dagangan politik jejaring Partai Demokrat AS ketimbang Partai Republik.
Berarti upaya kalangan Sosdem dan Neoliberal di negeri kita maupun jejaring Demokrat AS untuk menjatuhkan citra Pak Gatot, sepertinya mengalami kegagalan karena adanya Kontra Intelijen yang justru berasal dari internal dalam negeri AS sendiri.