Membaca Operasi Bendera Palsu AS Terhadap Pelarangan Jenderal Gatot

Misalnya dalam kasus Exxon mengincar blok minyak di Cepu, SBY mempertunjukkan dirinya sebagai the good boy AS kepada Menlu Condoleeza Rice. Apalagi fakta bahwa jejaring Republikan yang berbasis di Texas, umumnya merupakan pebisnis industri berat. Termasuk tambang-batubara, migas dan kompleks industri militer.

Maka jadi menarik ketika Panglima TNI Gatot Nurmantyo Sabtu lalu ditolak masuk Amerika meski kemudian larangan itu dianulir kembali. Apa yang sesungguhnya sedang terjadi?

Anehnya, Wakil Duta Besar AS Erin McKee dalam keterangan persnya setelah bertemu dengan Menlu Retno Marsudi, mengatakan bahwa “Kedubes AS sedang bekerja keras untuk memahami apa yang terjadi di sekitar insiden ini.” Kedua, dalam bagian lain dikatakan bahwa Kedubes AS sedang berkoordinasi dengan otorita terkait di AS dalam insiden ini.

Sepertinya ada dualisme komando di Gedung Putih, sehingga manuver US Customs and Borders Protection yang berada dalam kewenangan Kementerian Keamanan Dalam Negeri, sama sekali tidak dikoordinasikan kepada Kementerian Luar Negeri. Hasilnya, Wakil Dubes AS Erin McKee pun sama bingungnya dengan kita kita yang awam ini.

Berdasarkan konstruksi kejadiannya itu sendiri, nampak jelas betapa adanya mis-komunikasi dan tidak adanya koordinasi yang tersirat dari istilah Kedubes AS “Sedang Berkoordinasi dengan Otoritas Terkait.” berarti AS sedang memainkan operasi intelijen yang rumit dan berbahaya di Indonesia.

Gagasan di balik operasi intelijen ini nampaknya bukan untuk memompa popularitas Pak Gatot, seperti yang diduga banyak orang, melainkan justru sebaliknya. Sepertinya logika Operasi Bendera Palsu sedang dimainkan.

Beberapa waktu lalu, seorang wartawan senior asal Inggris dan lama mukim di Indonesia sebagai kepala biro majalah Far Eastern Economic Review, John McBeth, dalam salah satu tulisannya menggambarkan Pak Gatot sebagai berhaluan ultra-nasionalis dan tentunya otomatis dipandang anti Amerika dan anti Blok Barat.