Memata-matai Buya Hamka

eramuslim.com

Oleh: Yusuf Maulana 

Selasa dan Kamis. Saban dua hari ini Buya Hamka menyampaikan perkuliahan di IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat (kini masuk Provinsi Banten). Jadwal ini masih dijalani hingga Oktober 1963. Namun, pada bulan itu pulalah perkuliahan yang diberikannya di kelas berujung pemenjaraan dirinya.

Buya Hamka

Pada hari dan tanggal yang tidak diingatnya persis kala bulan itu, Hamka berceramah di hadapan tak lebih dari 10 mahasiswa.

Saya ini malang sekali, sebab tidak mau masuk NU. Kalau saya mau masuk NU, tentu saya sudah mendapat gelar profesor,” buka Hamka dalam mengawali perkuliahannya. Bagi yang paham sosok Hamka, kalimatnya ini tentu saja mudah dipahami sebatas canda penyegar suasana di kelas. Jadi, jauh dari tendensi satir politik apalagi sindiran bermuatan hasad.

Terlepas dari soal kelakar khas dosen pada mahasiswanya, masa itu Nahdlatul Ulama secara kelembagaan memang berada pada posisi yang dekat dengan kekuasaan. Sebagai organisasi massa yang juga sekaligus partai politik, NU berada pada gerbong pendukung gagasan NASAKOM Presiden Sukarno. Meski Muhammadiyah juga mendapat tempat di hati Sukarno (sehingga Panglima Besar Revolusi ini didapuk sebagai Pengayom Agung Muhammadiyah), ada syubhat yang patut diingat, yakni mayoritas anggota persyarikatan tempat Hamka berkiprah ini dikenal sebagai pemilih loyal Masyumi. Ini problem tersendiri yang tidak serta-merta dihapus dari benak Sukarno dan para pendukung NASAKOM.