Tahap berikut dalam manuver simetris pasca bombardier ialah masuknya kavaleri. Manuver tank-tank kavaleri sebagai penebalan serangan, dalam analog asimetris dimaknai sebagai TEMA. Secara empiris, Arab Spring atau Musim Semi Arab yang melanda Jalur Sutera merupakan “tema gerakan” via kekuatan massa setelah opini dibentuk sebelumnya melalui isu-isu yang digencarkan media, jejaring sosial, dan lain-lain.
Tahap terakhir dalam peperangan secara militer ialah masuknya pasukan infanteri ke wilayah target. Pada analog asimetris atau non militer, manuver infanteri ini disebut SKEMA gerakan.
Inilah inti stategi peperangan yakni ‘pendudukan’ sebuah wilayah target. Dan pendudukan dalam konteks asimetris ialah penguasaan (ekonomi) negara dimaksud serta pencaplokan SDA cq perubahan —kudeta— rezim sebagai titik mula. Lengsernya Ben Ali di Tunisia, Abdullah Ali di Yaman, Mobarak dan seterusnya cuma kunci pembuka skema untuk penguasaan ekonomi yang lebih luas. Hal lain yang perlu dicatat, bahwa geliat penguasaan ekonomi niscaya berimplikasi juga terhadap pemberdayaan sumberdaya alam (SDA) menjadi hardcash. Itu mutlak.
Maka wajar jika kebanyakan negara koloni adalah wilayah serta jalur-jalur kaya SDA sebagaimana kelompok negara di lintasan Silk Road atau Jalur Sutera (Asia Tengah, Timur Tengah dan Afrika Utara). Oleh sebab mencaplok SDA negara dimaksud identik menguasai ekonominya, demikian sebaliknya. Dengan demikian, apapun asymmetric warfaredi muka bumi, bahwa isu-isu dan tema boleh bervariasi serta beragam warna, akan tetapi SKEMA tidak akan berubah sepanjang masa, bahkan identik dengan tujuan symmetric warfare dimana inti skema selalu ‘satu tarikan nafas’ antara penguasaan ekonomi dan pencaplokan SDA.
Bedanya hanya soal penggunaan peluru (symmetric) dan tanpa mesiu sama sekali (asymmetric). Dalam kenyataan empiris, antara perang militer dan non militer lazimnya berpola menurut karakter masing-masing. Namun sering pula keduanya bersinergi secara simultan dengan intensitas berbeda.