Setelah daerah sasaran porak-poranda, kacau-balau, atau melemah akibat serbuan pesawat, maka tank-tank kavaleri mengambil alih manuver untuk mempertebal serangan secara detail, terutama di titik-titik yang masih berdaya tatkala serangan bombardier belum dapat melumpuhkan lawan atau daerah target. Ini tahapan kedua.
Sedangkan tahap terakhir ialah masuknya infanteri untuk menduduki wilayah. Dalam sebuah pertempuran, manakala pasukan infanteri telah masuk di daerah operasi, itu merupakan indikasi bahwa tahap akhir daripada inti peperangan tengah dijalankan, meski tak menutup kemungkinan peranan angkatan udara (bombardier) dan kavaleri masih diperlukan.
Itulah pola lazim peperangan simetris secara garis besar oleh militer dimana pun. Hasil diskusi terbatas di Global Future Institute (GFI), Jakarta (17/1/2013), dengan merujuk beberapa literatur dan artikel sejarah, ditemukan tahapan tak kalah penting dalam sebuah peperangan yang bertujuan menjajah bangsa lain. Artinya selain dijumpai ketiga pola di atas —bombardier, kavaleri dan infanteri— temuan GFI ini boleh dianggap sebagai model berulang dalam kolonialisme, yaitu pengaburan atau pembengkokan sejarah leluhur bagi negara yang dijajah.
Adapun langkah pengaburan sejarah suatu bangsa lazimnya melalui beberapa tahapan:
Pertama, penghancuran bangunan fisik bangsa terjajah agar generasi baru tidak dapat menemui, mengenang, atau menyaksikan bukti-bukti atas kejayaan nenek moyangnya, sehingga otomatis selain tak mampu menarik hikmah dan nilai-nilai emas histori, juga tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.
Kedua, memutus hubungan histori dengan leluhur melalui penciptaan stigma dan opini bahwa nenek moyangnya dulu bodoh, tidak beradab, primitif, dan lain-lain. Ketiga, dibuat sejarah baru versi penjajah. Inilah pola berulang dalam kolonialisasi. Pendudukan militer Paman Sam dan sekutu di Irak merupakan contoh aktual perihal pemutusan histori bangsa. Oleh karena pasca Presiden Saddam Hussein digantung (2007), hampir semua situs-situs kuno, perpustakaan, pusat sejarah dan kebudayaan Irak dihancurkan oleh tentara koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS).