Dewan Riset Nasional (DRN), 2008, Jakarta misalnya, menekankan asymmetric warfare lebih kepada keadaan dimana ada ketidakberimbangan kekuatan antara aktor-aktor yang berkonflik. Kemudian substansi pengertian menurut Wikipedia.com, 2 Juli 2013, hanya menyoroti perbedaan kekuatan dan strategi atau taktik yang berbeda. Sedangkan Robert Tomes, 2004, dalam buku Relearning Counterinsurgency Warfare, Parameter, US Army War College lain lagi. Ia lebih spesifik mendefinisikan perang asimetris, karena selain melihat perbedaan para aktor yang berkonflik juga mencermati cara berinteraksi dan upaya saling mengeksploitasi kelemahan-kelemahan lawan. Sudah barang tentu hal tersebut terkait dengan strategi dan taktik perang unconvensional.
Berikutnya Land Warfare Doctrine 1, 2008, The Fundamentals of Land Warfare, Australia’s Department of Defence, cenderung menekankan tentang kemunculan asimetris. Asimetris dapat pula diartikan dengan perbedaan tujuan, komposisi pasukan, kultur, teknologi dan lain-lain. Artinya tatkala ada perbedaan perbandingan antara pihak-pihak yang berperang maka disitu asimetris akan lahir.
Hingga kini, memang belum ada definisi baku yang dapat dijadikan referensi tunggal soal asymmetric warfare. Masih debatable, beragam pengertian, terdapat aneka penafsiran baik arti, maksud maupun bagaimana perang asimetris itu sendiri.
Ketika beberapa literatur mencoba memberi contoh bahwa perang asimetris itu semacam “perlawanan” al Qaeda terhadap Amerika Serikat (AS), atau penembakan-penembakan anggota Polri oleh orang tak dikenal (OTK) —-bukannya salah— menurut hemat penulis kok kurang tepat. Walau pendapat apapun soal asimetris, sebenarnya syah-syah saja, wong namanya juga kebebasan berpendapat. Akan tetapi penulis tidak ingin terjebak debatisasi, atau saling menyalahkan, merasa benar sendiri, dan lainnya, karena kebenaran ilmu dan pengetahuan pun sifatnya juga nisbi, relatif dan masih bergerak sesuai tuntutan zaman.