Melumpuhkan Umat Islam Dengan Isu Radikalisme

Eramuslim.com – Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas terus menyerang umat Islam. Ini semacam strategi perang frontal dan gerilya. Senjata penghancurnya adalah isu radikalisme dan intolerasi. Bagai menginginkan agar umat Islam menjadi umat yang lemah, hilang gairah, runtuh kekebalan keimanan, dan menjadi terjajah.

Setelah itu, wibawa umat Islam menjadi sirna. Lalu suka dan senang menghamba. Bahkan lebih suka untuk berjoged-joged daripada berjuang dan bertempur di medan berda’wah, dengan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Umat Islam diharapkan menjadi umat yang “kaleng-kelang, odong-odong dan beleng-beleng “.

Beberapa hari lalu Menteri Agama Yaqut mendatangi Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin. Yaqut meminta untuk dilibatkan dalam menyusun konten seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam rangka mencegah radikalisme. Pada era Jokowi khususnya periode kedua ini, fokus Kementrian Agama hanya pada masalah radikalisme dan intoleransi semata.

Asumsinya Kementerian Agama adalah, bahwa umat beragama, khususnya umat Islam adalah kaum yang intoleran, radikalis, dan bahkan teroris. Agama ditempatkan menjadi musuh bagi kehidupan, dan  harmoni berbangsa dan bernegara. Bahkan menjadi lawan ideologi.

Terorisme mungkin lebih memiliki batasan yang jelas. Walaupun penuh dengan rekayasa, dan kepentigan global memainkan peran dominan. Sama dengan radikalisme yang menjadi mainan elit global seperti disampaikan Komjen Pol. Dharma Pongrekun, “Islam itu Sangat Mencintai Kedamaian”,  (FNN.co.id  edisi 23/11/2019).

Bahkan radikalime semakin  tidak jelas lagi. Memiliki pengertian yang bias, dan dapat disalahmaknakan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun hanya memberi batasan radikalisme untuk aliran politik.  Bukan untuk pengertian yang berkaitan dengan keagamaan.

Yaqut yang menempatkan diri sebagai panglima toleransi dan deradikalisasi, terkesan ingin membawa budaya kelompoknya menjadi kultur keberagamaan umat Islam. Keragaman yang diubah menjadi keseragaman. Beragama secara monolit yang seperti ini, bukan integrasi tetapi aneksasi dan. Penaklukan terhadap tata cara beragama.