Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat – [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA- MOR PTR]_
Selama ini, narasi pembelaan pada proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim yang dihembuskan para Buzer, bahkan oleh NONO SAMPONO selaku Direktur Perusahaan AGUAN, seolah-olah perjuangan yang dilakukan untuk melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat adalah perjuangan Said Didu. Motifnya, untuk mempertahankan hak milik atas tanah empang miliknya.
Pesan yang ingin disampaikan oleh PIK-2, adalah agar rakyat Banten dan Rakyat Indonesia tidak perlu membersamai Said Didu. Jangan mau, dibohongi Said Didu untuk kepentingan Empang miliknya.
Hal ini wajar, karena kezaliman proyek PIK-2 milik AGUAN ini tidak memiliki dasar kebenaran untuk dibela. Sehingga, pembela AGUAN berusaha membela diri dengan menyerang pribadi Said Didu.
Mereka, tidak dapat membela diri dengan mengatakan proyek PSN PIK-2 telah sesuai RTRW. Karena faktanya, proyek ini ilegal, belum memiliki izin lahan, lahan yang digarap masih belum dikonversi sebagaimana keterangan Menteri ATR BPN Nusron Wahid.
Mereka, juga tidak bisa membela diri terkait adanya pagar laut, sungai diurug, kecelakaan yang menimbulkan cacat dan korban jiwa, akses jalan ditutup, polusi, kerusakan lingkungan, banjir, dll. Terhadap semua kerusakan yang ditimbulkan oleh proyek PIK-2 ini, mereka semua bungkam.
Akhirnya, mereka hanya mengulang-ulang nyanyian seputar Said Didu.
Saat Aksi Deklarasi Rakyat Melawan Oligarki di Desa Kohod (Rabu, 8/1), mereka kembali mengulangi narasi basi. Di dua titik lokasi Aksi, mereka memasang spanduk menolak Said Didu.
Padahal, aksi yang sukses digelar pada hari Rabu, 8 Januari 2025 di Desa Kohod, Kecamatan Paku Haji, Kabupaten Tangerang, tidak ada Said Didu. Tokoh-tokoh yang berkumpul, semuanya menolak proyek PIK-2. Padahal, mereka tak punya tanah atau Empang di proyek PIK-2 seperti Said Didu.
Ada Abraham Samad (Ketua KPK periode 2011-2015), Roy Suryo (Menpora era SBY), Ust Alfian Tanjung (Pendakwah), Mayjen TNI Purn Syamsu Djalal (Ketua Dewan Pembina Persaudaraan Raja Sultan Nusantara, DANPOM TNI era Soeharto), KH Abdul Muhaimin (pengasuh Ponpes Nurul Ummahat, Kotagede, Yogyakarta), Juju Purwantoro, KH Muhyiddin Junaidi (Ulama MUI).
Lalu, adapula Mayjen TNI Purn Soenarko (eks Danjen Kopassus), Dr Marwan Batubara, Rizal Fadilah, Edy Mulyadi, KH Sobri Lubis, Kolonel Purn Sugeng Waras, Kolonel Purn M. Nur Saman, Bu Julia Safitri, Ust Verry Kristanto (Ketua GNPR), Ust Irwan Syaifulloh (Tokoh Pergerakan Nasional), Pak Ismed, Meidy Juniarto, Aziz Yanuar, Heru Purwanto (UI WATCH), Bu Menuk Wulandari (ARM), Bu Wati (ASPIRASI), Makmun Muzakki (Tokoh Banten, Fikri Balfaz, Eks Dan PSN Swakarsa), Bu Dhio, dan masih banyak lagi.
Jadi, kenapa mereka tetap memblokir lokasi aksi, padahal tidak ada Said Didu? Padahal, mereka hanya menolak Said Didu?
Coba kalau berani, tolak Mayjen Purn TNI Soenarko!
Coba kalau berani, tolak Mayjen Purn TNI Syamsu Djalal!
Coba kalau berani, tolak Abraham Samad!
Coba kalau berani, tolak KH Abdul Muhaimin!
Mereka pasti tidak akan berani. Karena, mereka ingin mengkanalisasi seolah melawan oligarki PIK-2 hanyalah perjuangan Said Didu. Padahal, Said Didu hanya pemantik. Perlawanan terhadap Oligarki PIK-2 saat ini sudah menjadi perjuangan milik rakyat Banten bahkan perjuangan rakyat Indonesia. [sumber: Faktakini].