Mayor Agus Yudhoyono Wapres, Pantaskah?

Lalu bagaimana Anies dan partai koalisi pendukung sebaiknya memutuskan persoalan bakal cawapres ini?

Pertama, perubahan. Di atas semua kerumitan yang dikemukakan dan dibahas diberbagai perbincangan isu perubahan adalah isu krusial. Anies dan pemerintahannya ke depan harus menjanjikan dan mampu melaksanakan perubahan (Change!).

Rakyat Indonesia saat ini hampir muntah dengan berbagai peristiwa yang dipertontonkan rezim Jokowi. Berbulan-bulan rakyat menonton TV dan berbincang di media sosial bagaimana Jenderal Sambo menjadi algojo, pembunuh. Terbongkar oknum petinggi kepolisian membekingi perjudian dan berbagai kejahatan untuk pembiayaan operasi gelap Sambo dkk selama ini, sebuah institusi ekstra legal, yang dikenal Satgasus. Lalu terbongkar organisasi sepak bola yang tidak becus sehingga mengakibatkan kasus “Kanjuruhan” Malang, memakan korban jiwa ratusan orang dan ratusan lainnya korban luka-luka. Kemudian muncul lagi kasus jenderal polisi sebagai pedagang narkoba, kasus Teddy Minahasa. Kemudian muncul lagi kasus petinggi kantor pajak dan Bea Cukai memperoleh kekayaan berlimpah secara mencolok dan tidak wajar. Muncul lagi kasus Hakim Agung menjadi calo perkara. Dan lain sebagainya.

Korupsi, kejahatan dan kemewahan pejabat di era Jokowi bertengger di antara kemiskinan rakyat dan rendahnya daya beli menjadikan Indonesia rasanya kehilangan fungsi negara. Itulah yang ingin diteruskan oleh rezim pengganti dukungan Jokowi. Sementara, Anies dan rezimnya ke depan mengatakan akan merubah. Akan menghadirkan negara yang baik hati. Perubahan. Rakyat memang membutuhkan ini, bukan hanya di Jawa Tengah, Jawa Timur saja, misalnya, tapi di seluruh tumpah darah Bangsa Indonesia, tentunya.

Dalam konteks perubahan ini, calon wapres Anies dari Demokrat yakni Agus Yudhoyono maupun dari PKS, Ahmad Heryawan, misalnya, tentu saja masuk kriteria. Sebab, kedua mereka atau kedua partai mereka merupakan partai yang sangat kritis terhadap rezim Jokowi. Berbagai pembahasan UU di DPR, terutama yang masuk dalam katagori krusial, seperti UU Cipta Kerja, UU IKN, UU KUHP dan UU KPK mendapatkan penolakan maupun catatan kritis dari kedua parpol mereka.

AHY sendiri dalam berbagai kesempatan menanggapi langsung Perpu Ciptaker, yakni memberi penolakan secara tegas dan pada UU KUHP, memberi catatan kritis. AHY memperlihatkan sikapnya pada isu demokrasi dan kebebasan sipil pada isu KUHP. Dalam isu Perpu Ciptaker (dan UU Omnibus Law Ciptaker), AHY memperlihatkan isu pemihakan pada kesejahteraan buruh, dan pada keselamatan lingkungan hidup. Pikiran Agus Yudhoyono ini tentunya adalah pikiran perubahan, Change!.

Kedua, sumbangan elektabilitas. Pemilu tentu saja harus dimenangkan. Namun, seberapa besar kemenangan yang akan diperebutkan?

PKS dan Demokrat tentu mempunyai basis pendukung tradisional, namun yang perlu diperhitungkan adalah dukungan baru dalam isu perubahan. Obama, di Amerika, dalam isu rasisme warna kulit, karena kulitnya hitam, berhasil mendapatkan dukungan baru di luar perkiraan. Kemenangan Obama saat itu, 2008, yang membawa isu “Change!, Yes, We Can” telah melampaui analisa-analisa tradisional bahwa basis dukungan bersifat tradisional adalah mutlak. Rakyat Amerika yang saat itu muak dengan Bush,  dari berbagai  golongan, berlomba-lomba mendukung Obama.