Tetapi, separah-parahnya Amerika Serikat, mereka punya sistem pengawasan. Mereka memiliki Kongres yang terdiri dari DPR dan Senat. DPR melakukan pengawasan terhadap Presiden. Begitu juga media yang tidak dikendalikan oleh para penguasa eksekutif.
Pemegang kekuasaan di AS tidak bisa sewenang-wenang. Ada kontrol. Meskipun dalam hal Israel-Palestina, kontrol itu tak berlaku.
Sebagai contoh kontrol itu berjalan adalah proses pemakzulan (impeachment) Presiden Donald Trump. Dua hari yang lalu (18/12/2019) DPR Amerika yang didominasi oleh Partai Demokrat memberikan suara mendukung pemakzulan. Dengan tuduhan Trump menyalahgunakan kekuasaan. Dia dituduh menahan bantuan militer AS untuk Ukraina kalau Presiden Volodymyr Zelensky tidak menyelidiki keberadaan Jospeph Biden dan anaknya, Hunter Biden, di sebuah perusahaan migas Ukraina. Pada saat ini, Jo Biden adalah lawan terkuat Trump dalam pilpres 2020.
Sidang pemakzulan Trump di Senat akan berlangsung tahun depan. Hasilnya belum tentu presiden yang penuh kontroversi ini akan terdepak dari Gedung Putih.
Nah, lihat saja pengawasan terhadap Presiden Trump yang berjalan ketat. Tidak bisa dia kendalikan. Trump tak bisa semaunya saja. Bahkan staf senior Presiden sendiri tidak membela dia. Ketika terbongkar Trump melakukan langkah-langkah ilegal untuk menekan Presiden Zelensky agar menyelidiki Biden, CIA tidak memihak Presiden. Duta Besar AS untuk Ukraina, Bill Taylor, juga tidak membela Trump.
Begitu juga yang berlangsung di negara-negara Barat lainnya. Pilar demokrasi dan hukum tegak tanpa intervensi. Ketika AS melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap Irak, negara-negara Eropa menentang kecuali hanya dan hanya PM Inggris Tony Blair. Jadi, kontrol sangat keras. Tentangan sangat besar. Meskipun Presiden George W Bush dengan keangkuhannya tidak menghiraukan tentangan Eropa itu.
Poin yang perlu kita lihat adalah keberadaan kontrol yang berfungsi. Negara-negara Barat yang parah itu, masih ada yang mengawasi mereka. Itulah faktanya.
Kalau di China? Siapa yang bisa mengawasi para penguasa komunis RRC? Mana ada media yang bebas mengumpulkan informasi di negara itu. Mana ada kontrol. Siapa yang berani memperjuangkan dan menegakkan hak asasi manusia (HAM) di China?
Apakah China berani membebaskan wartawan asing meliput situasi warga Uigur? Paling-paling mereka memberikan akses berkekang. Para wartawan dikawal ke lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Orang-orang Uigur yang berbicara kepada wartawan asing, sudah dipilih dan disiapkan sesuai skenario penguasa. Dipilih orang-orang Uigur yang sudah matang pencucian otaknya oleh penguasa komunis.
Dalam kenyataan seperti ini, Ketua PBNU Said Agil Siraj berani menjamin tidak ada persekusi warga muslim Uigur oleh penguasa brutal RRC. Dan penulis seperti Zeng Wei Jian tega mengatakan bahwa para pejuang Uigur adalah teroris. Dan dikatakan bahwa laporan-laporan investigatif para wartawan Barat adalah propaganda negara-negara Barat. Inilah simplifikasi yang menyakitkan warga muslim Uigur.
Sekali lagi, Barat itu cukup parah bagi umat Islam. Tetapi, China lebih jahat lagi. Mereka melakukan penindasan, penyiksaan, dan program penghapusan identitas Islam di balik tembok kam-kam konsentrasi. (*end)
20 Desember 2019
Penulis: Asyari Usman