Saksi, kalau tidak salah namanya Nur Latifah, mak-mak berjilbab dari Boyolali ini malah terlihat sangat berani. Ia dengan tegas menyatakan keadaan yang dialaminya. Ia, kalau tidak salah dalam keterangannya itu menyatakan dua hari setelah pencoblosan suara mengalami ancaman yang membahayakan jiwanya. Ini terjadi lantaran ia melihat seorang petugas KPPS mencoblos sebanyak 15 kali, dan tindakan itu divideokan entah oleh siapa. Menariknya video itu menyebar luas.
Beda dengan Nur Latifa, tetapi sama dalam hal berani Anas, kabarnya caleg PBB dan ponaan Profesor Mahfud, MD mengungkapkan materi pelatihan yang diikutinya di TKN. Pelatihan itu diisi salah satunya oleh aparatur negara, yang menjadi tim sukses Jokowi-Ma’ruf. Anas, caleg PBB pemberani ini bisa mengikuti pelatihan itu, karena ia menjadi caleg PBB, partai yang dinahkodai Pak Yusril, yang kini dalam sidang ini menjadi kuasa hukumnya Pak Jokowi-Ma’ruf.
Dalam Langgam yang sama –prosedur- terlihat juga pada kesaksian saksi lainnya, termasuk ahli IT yang dihadirkan dipenghujung persidangan. Sejauh yang terberitakan ahli ini memfokuskan keterangan pada hal-ihwal Situng. Dalam penilaian profesionalnya sang ahli pemberani ini menilai isi Situng cenderung menguntungkan pasangan Jokowi-Ma’ruf. Praktis medan sidang kemarin menjadi medan pertempuran “prosedur,” bukan hasil, angka.
Integrasikan Angka dan Prosedur
Nada dominan prosedur dalam kesaksian itu, tentu tidak menyulitkan KPU dan pasangan Jokowi –Ma’ruf mendemonstrasikan sanggahan-sanggahannya. Terlihat begitu nyata KPU dan kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf bersandar sepenuhnya pada terminologi “hasil” dalam pasal 24C ayat (1) yang didefenisikan pada pasal 475 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dalam menyanggah dengan nada meyakinkan kesaksian saksi-saksi Prabowo-Sandi.
Apakah saksi melihat orang-orang yang saksi identifikasi siluman, tidak ada di dunia nyata dan lainnya itu yang jumlah 17 juta lebih itu menggunakan hak pilihnya dan memilih siapa? Omong kosong bila saksi bisa mengetahuinya. Bila saksi tahu, maka pemilu justru tambah cacat, setidaknya sebagian. Mana bisa pemilu yang berasaskan Luber, ko ada orang tahu pemilih mencoblos calon tertentu? Ini haknya Allah, dan mungkin hanya bisa dilakukan malaikat. Ini bukan pekerjaan manusia.
Apa logika sanggahan termohon dan pihak ketiga terhadap kesaksian para saksi pemohon? Logikanya logika “hasil perolehan suara” khas pasal 475 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017. Logika ini mengenyampingkan prosedur pelaksanaan pemilu sebagai argumen menolak angka penghitungan dan perolehan suara.