Manuver Sekularisasi UEA dan Kekacauan Dunia Arab

Untuk memaksa Qatar menahan aktivitasnya, UEA berusaha keras menerapkan blokade kepada Qatar dan berusaha membuat perekonomian Qatar tidak stabil dengan menyebarkan informasi negatif yang mengurangi kepercayaan investor internasional terhadap ekonomi Qatar.

Dengan keputusan Qatar untuk memutuskan hubungan militer dengan Ikhwanul Muslimin cabang Yaman, al-Islah, sebagai perkecualian, diplomasi keras ala UEA ternyata tak terlalu efektif. Dalam beberapa bulan terakhir, Qatar malah memperkuat hubungan dagang dengan Iran, menahan tekanan AS untuk menutup kantor Taliban di Doha, dan terus menyediakan dukungan kepada lembaga-lembaga yang disokong Hamas di Jalur Gaza.

Untuk melawan perkembangan negatif ini, UEA memanfaatkan jaringan yang mereka miliki di AS untuk melobi pemerintahan Trump supaya melabeli faksi Ikhwanul Muslimin yang didukung Qatar sebagai organisasi teroris, dan semakin menekan Qatar untuk menangguhkan hubungannya dengan Taliban.

Meski Qatar dengan sukses melawan aksi blokade dan tetap menjalin hubungan dekat dengan Washington, pemerintahan UEA percaya kalau tekanan diplomatik akan menghilangkan ancaman yang berasal dari Doha untuk mencapai misi UEA menciptakan sistem regional di Timur Tengah yang dipimpin oleh rezim sekuler otoriter.

UEA memandang Yaman sebagai satu lagi pengancam serius visi kebijakan luar negerinya, karena UEA beranggapan bahwa konflik di Yaman adalah pertarungan antara tiga poros supremasi, yakni kekuatan sekuler, militan Sunni dan pemberontak Houthi yang dibekingi Iran.

Persepsi UEA akan konflik Yaman ini berbeda dengan persepsi Arab Saudi yang memandang perang di Yaman adalah pertarungan geopolitik antara GCC dengan Iran. Kontras antara pandangan Saudi dan Emirat soal Yaman membuat Abu Dhabi melakukan misi militer dan diplomasi sepihak yang bertujuan untuk memperkuat kekuatan sekuler melawan musuh-musuh Islamis mereka.