Dia tegas menolak panggilan Dewan Kehormatan (DK) partai. Padahal dia paham bahwa Dewan Kehormatan adalah organ yang bisa menjatuhkan hukuman berat. Poyu tak perduli ancaman dari DK. Dia tidak gentar. Dia lawan semua petinggi Gerindra.
Di situlah hebatnya Poyu. Dia tak ambil pusing dengan panggilan DK. Malah, dahsyatnya, Poyu merepeti para politisi senior Gerindra dengan sebutan politisi gagal paham dan “otaknya kayak kadrun-kadrun”. Mantaplah Arief Poyuono!
Menurut Poyu, dia tidak mengatasnamakan Gerindra ketika mengeluarkan pernyataan soal ‘isu PKI yang dimainkan kadrun’ itu. Menurut Poyu, dia berbicara atas nama ketua umum Serikat Pekerja BUMN.
Sikap anti-Islam Poyu itu memiliki nilai jual yang tinggi di internal Gerindra. Sebab, banyak sekali senior di sana yang sejalan dengan pikiran Poyu. Dari faksi inilah Poyu akan diantarkan menuju kursi ketua umum. Pasti dia sudah memetakan ‘road map’-nya untuk merebut Gerindra.
Sama-sama kita lihat nanti keputusan DK Gerindra yang akan bersidang Selasa, 23 Juni 2020 (besok). Saya yakin, Poyu tidak akan bisa dipecat seperti dituntut oleh Andre Rosiade –politisi senior Gerindra yang mewakili daerah anti-PKI. Yaitu, wilayah Sumatera Barat.
Mengapa Poyu percaya diri mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan sikap anti-komunisme/PKI yang sedang membara? Itu disebabkan adanya suasana yang memihak pada komunisme-PKI sekarang ini. Bisa jadi Poyu merasa yakin bahwa peluang kebangkitan paham dan partai terlarang itu kini semakin besar. Barangkali dia sudah mendapatkan isyarat entah dari siapa.
Poyu adalah realitas baru di Gerindra. Dia menjadi sesuatu yang ‘lain’. Terasa menyegarkan suasana partai. Tidak monoton. Bisa jadi juga dia adalah figur yang ‘jujur’ di Gerindra. Apa adanya. Poyu tidak menyembunyikan sikapnya terhadap umat Islam. Tidak pula menyembunyikan pikirannya tentang komunisme-PKI.
Mungkin ada pertanyaan: apakah Gerindra nantinya tidak terpuruk akibat pernyataan Poyu?
Bisa iya, bisa tidak. Gerindra akan terpuruk kalau keluarga besar partai itu membuang Poyu. Kok bisa begitu? Sebab, di pemilihan legislaif berikutnya Gerindra harus membidik suara dari basis PDIP. Poyu paham bahwa Gerindra tidak akan pernah lagi didukung oleh komponen umat Islam garis lurus sebagaimana di pileg-pilpres tahu lalu. Poyu memperhitungkan ini.
Sekali lagi, Poyu jeli membaca ini. Dia tahu bahwa menyerang umat Islam akan memindahkan suara PDIP ke Gerindra. Ini kalkulasi Poyu. Dia menunjukkan kualitas seorang Ketum.
Karena itulah, Poyu akan melejit di Gerindra. Dia sangat diperlukan oleh partai Pak PS ini. Boro-boro dipecat, Poyu yang malah akan menendang orang-orang seperti Andre Rosiade, Sufmi Dasco dan Fadli Zon.
Poyu akan merebut Gerindra. Dia akan singkirkan Prabowo. Dan Prabowo akan menyingkir dengan senang hati. Kita lihat saja nanti. Pak PS akan berterima kasih. Bukan marah. Sebab, Poyu akan mengembalikan Gerindra ke khittahnya. Ke tujuan aslinya. (*glr)
Penulis: Asyari Usman