RUU HIP adalah landasan yuridis yang hendak diletakkan tersebut. Kulminasi dari keyakinan perjuangan yang dianggap telah sampai dan menemukan momentum. RUU BPIP menjadi strategi “mundur sedikit” menghadapi benturan keras perlawanan pembela Pancasika 18 Agustus 1945, khususnya umat Islam.
Gerakan I Juni 1945 dapat diawali dengan bukti konsepsi bagi misi :
“mempengaruhi dan menjiwai jalannya penyelenggaraan negara agar senantiasa berdasarkan ideologi Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945 serta jalan Trisakti sebagai pedoman strategis dan tujuan kebijakan politik partai demi terwujudnya pemerintahan yang kuat dan efektif, bersih, dan berwibawa”.
Gerakan 1 Juni 1945 tentu berapologi tidak menafikan Pancasila 18 Agustus 1945 akan tetapi dari gerak dan langkahnya telah terasa merongrong kewibawaan Pancasila 18 Agustus 1945. Pancasila telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia dan tidak boleh dikhianati.
Keputusan Presiden No 24 tahun 2016 tentang Hari Lahirnya Pancasila yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi dinilai menjadi penguat bagi langkah gerakan. Berlanjut hingga RUU HIP yang kontroversial dan menyisakan buntut RUU BPIP. Konflik ideologi akan semakin terbuka ke depan, jika tidak ada koreksi, introspeksi, evaluasi serta antisipasi.
Darimana memulainya ? Ya jawabannya sudah jelas di samping cabut RUU HIP juga bubarkan BPIP dan tolak RUU BPIP. Ini adalah langkah strategis dalam rangka menyelamatkan Pancasila 18 Agustus 1945.
Ke depan kiranya Pemerintah Jokowi harus mencabut kembali Kepres No 24 tahun 2016 tentang Lahirnya Pancasila. Hal ini karena masih terjadinya perdebatan keras tentang hari lahir Pancasila itu apakah 1 Juni 1945, 22 Juni 1945 ataukah 18 Agustus 1945 ?
Moga para pemimpin negara arif dalam mengelola negara yang telah susah payah “dipersembahkan” oleh para pejuang dan “the founding fathers”.
Tegakkan keadilan dan kedamaian. (*)
Penulis: M. Rizal Fadillah