Selain menguliti sisi ekonomi, Rizal juga mengecam tindakan represif aparat penegak hukum terhadap pengkritik Omnibus Law. “Mereka aktivis, tetapi diperlakukan bagaikan teroris. Wajah aktifitis itu dipertontonkan ke publik dengan tangan diborgol”. Kritik Rizal ini memang mewakili kritik umumnya masyarakat. “Borgol itu tidak akan menghentikan mereka,” kata Rizal.
Zainal Arifin Mochtar membedah isi dan proses penyusunan Omnibus Law yang dia nilai ugal-ugalan. Lengkap dia memaparkan pasal-pasal dalam Omnibus Law yang saling bertumpang tindih. Padahal, tujuan UU dibuat untuk mengoreksi lebih 79 UU yang isinya bertumpang tindih. Belum lagi banyak aturan yang dilimpahkan untuk diakomodasi dalam PP dan peraturan menteri.
“Idenya mau menyederhanakan peraturan, tapi praktiknya malah menambah aturan”. Tidak cuma itu, Zainal juga menyisir pasal-pasal yang diklaim DPR-RI sudah rampung pada waktu diketok 5 Oktober lalu, tapi ternyata isinya berbeda dengan naskah yang dikirim kepada presiden tujuh hari setelahnya.
Kembali ke Mahfud yang saat bicara teman saya mematikan televisinya. Dia kecewa dan kesal karena yang mewakili pemerintah tidak banyak menanggapi sinyalemen Trio menguak Omnibus Law itu. “By design semua orang pemerintah hanya tampil untuk menembak orang KAMI, khususnya Jendral Gatot. Targetnya untuk membunuh karakter Mantan Panglima TNI itu”. Menyedihkan, keluhnya.
Saya mencoba menghiburnya. Sabar. Jangan khawatir. Penonton ILC segmented: hanya yang paham yang mau nonton sampai tengah malam. Sampai cara vulgar mereka menyudutkan Gatot pun penonton tahu. Sayang Anda terburu mematikan TV. Karni Ilyas memang tampak seperti membiarkan Mahfud bicara panjang lebar. Tapi dengar closingnya, KI “menggebuk” Mahfud dan semua wakil pemerintah. Karni menutup ILC mengutip ucapan novelis Amerika, Stephen King.
“Hanya musuhmu yang berbicara jujur. Teman dan kekasihmu akan selalu berbohong, karena tugas merekalah untuk membuatmu senang”. (*)
Penulis: Ilham Bintang, Wartawan Senior