Namun, tentu saja dugaan dan kecurigaan terhadap mahasiswa seperti itu kurang beralasan. Gerakan mahasiwa adalah gerakan yang sifatnya historis. Sehingga kesadaran historis itu mengantarkan klaim mahasiwa untuk eksis sebagai pelaku kontrol sosial. Dalam perspektif kesadaran kelas, dalam analisa kaum Marxian, mahasiwa tentu berpikir tentang previlage itu, bahwa mereka harus menunjukkan eksistensi dan eksklusifitasnya sebagai sebuah kelompok sosial.
Koeksistensi antara munculnya gerakan mahasiswa saat ini dengan adanya kelompok-kelompok sosial yang dituduhkan Moeldoko, tentu saja dapat terjadi. Di Hongkong pun, misalnya, gerakan mahasiwa Hongkong selama 12 minggu terus menerus, bersinergi antara idealisme mahasiswa Hongkong bertemu dengan kekuatan kapitalis Hongkong dan kelompok-kelompok Triad yang anti hukum ekstradisi RRC. Namun, idealisme mahasiswa Hongkong tetap berada pada jalur idealisme alias jalur revolusi.
Hanya saja dugaan dan kecurigaan itu tidak mampu mereduksi kesadaran politik mahasiwa saat ini. Mahasiswa sebagai kelas menengah sadar (tercerahkan), tentu selama bertahun tahun belakangan ini menyerap problema sosial yang ada. Secara kesadaran, semua data dan peristiwa yang diproduksi sistem sosial yang timpang, akan mengakumulasi dalam kegelisahan jiwa jiwa muda mereka.
Kasus kebakaran hutan dan asap yang mematikan yang kesannya dianggap sepele serta bertahun tahun. Kasus- kasus terkait kemiskinan buruh dan sulitnya lapangan kerja, kasus rasisme di Papua, ekonomi yang memburuk disertai hutang luar negeri yang terus membengkak, penguasaan kekayaan disegilntir elite dan terkahir kasus revisi UU KPK yang ganjil prosesnya, telah menyentuh sanubari jiwa-jiwa muda ini. Maka, ketika situasi politik kekuasaan an sich seperti pilpres mereda, mahasiswa punya kesempatan masuk ke ruang publik. Dengan demikian, gerakan ini adalah gerakan idealisme, gerakan moral dan revolusioner.
Catatan Akhir
Gerakan mahasiswa saat ini sudah kembali. Jogya, Surabaya, Malanh, Bandung, Bogor, Makassar, Papua, Medan, Aceh, Riau, dlsb sampai Jakarta, telah ditandai gerakan mahasiwa. Berbagai kepentingan kelompok non mahasiswa berusaha mungkin mencari keuntungan dari gerakan ini. Alias upaya penunggangan. Namun, mahasiswa bukanlah orang orang naif dan bodoh. Karena kekuatan mahasiswa adalah pada idealisme, independensi dan kemampuan mereka mengartikulasikan kepentingannya.
Ketika sudah seluruh kota gerakan mahasiswa bergerak, maka mereka akan bergerak lama. Ini akan melewati batas-batas siklus politik, seperti urusan pelantikan Jokowi nanti. Karena gerakan ini akan bersifat revolusioner, yang menggugat soal nilai (value) atas sistem sosial kita yang rapuh. Saat ini DPR dikecam mahasiswa sebagai penjahat. Sebentar lagi akan menyasar juga pada eksekutif. Sehingga kemungkinan reformasi jilid dua akan terulang kembali.
Kita, di luar kekuatan-kekuatan mahasiswa, perlu memikirkan bagaimana kekuatan revolusioner ini menemukan jalannya dengan damai. Membangun dialog tanpa berniat menunggangi. Yakni dengan melihat mereka sebagai “moral force” dari bangsa kita yang sudah kehilangan moral.
Selamat datang gerakan mahasiswa, selamat datang kaum revolusioner.
Penulis: Dr. Syahganda Nainggolan, Direktur Sabang Merauke Institute(rmol)