Mabuk Kekuasaan

Mabuk Kekuasaan

Oleh: Yusuf Blegur

Seperti orang yang mabuk karena minuman alkohol atau kecanduan narkotika, ada satu titik atau momen saat orang itu memiliki kesadaran. Saat pengaruh alkohol dan narkotika yang dikonsumsinya selesai, seketika orang itu bebas dari rasa seperti kehilangan keseimbangan fisik dan psikis, penuh khayalan dan diselimuti halusinasi. Setidaknya orang itu terhindar dari perbuatan yang bisa membahayakan dan mencelakakan dirinya maupun orang lain, karena pengaruh mabuknya. Kesadaran yang penting yang membuatnya memiliki rasa malu dan kehormatan serta tidak merugikan dan berbuat dzolim kepada orang lain.

Beda halnya dengan kekuasaan. Kalau ada seseorang atau sekelompok orang yang mabuk kekuasaan. Maka mereka akan sulit melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan.

Baik pada saat bernafsu menginginkannya, memilikinya atau saat kekuasan terlepas dari genggamannya. Lebih parahnya lagi, bagi orang yang mabuk kekuasan. Dampaknya tidak hanya berlaku bagi dirinya sendiri.

Mabuknya bisa ikut dirasakan oleh lingkungan terdekatnya. Termasuk kawan, saudara dan keluarganya. Meskipun orang-orang dalam dan disekelilingnya tidak ada hubungannya.

Pada akhirnya mereka semua ikut merasakan juga dan mengalami mabuk kekuasaan. Bahkan mabuknya terasa berkepanjangan. Terus terasa dan susah hilang hingga sampai ke anak cucu.

Kalau rasa mabuk itu turun temurun dari generasi ke generasi. Maka yang terjadi adalah trah mabuk. Mabuk yang membentuk klan atau sindikat kekuasaan. Dalam istilah politik kekinian, mungkin itu yang disebut oligarki.