Maaf, Pernyataan Jokowi Soal Impor Beras Bohong!

Sekali lagi saya tekankan bahwa ujung perdebatan soal beras impor beras ini lebih disebabkan soal pembagian hasil keuntungan impor beras yang belum jelas. Coba perhatikan kalimat bersayap dari pernyataan Jokowi soal Impor beras. Jokowi menegaskan hingga Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke Tanah Air.

Artinya, setelah Juni tàhun ini ada kemungkinan impor beras tetap mengalir ke Tanah Air walaupun stok di Bulog mencukupi. Kalau pernyataan Presiden ini dibuat lugas, begini kira-kira: “Kalau pembagian keuntungan antara Partai Golkar dan PDIP sudah disepakati, silahkan keran impor beras dibuka lagi”.

Seperti diketahui, ide awal untuk mengimpor beras datang dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang nota bene Ketua Umum Partai Golkar. Kemudian ide ini langsung disetujui Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Lalu Mendag memerintahkan Bulog untuk merealisasikan rencana tersebut. Namun, rupanya Dirut Perum Bulog Budi Waseso atau Buwas, tidak mau membebek begitu saja sebab rencana tersebut bertolak belakang dengan kondisi riil perberasan saat ini.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR tanggal 15 Maret 2021, Buwas membeberkan kondisi perberasan. Saat ini Perum Bulog masih memiliki stok beras impor dari pengadaan tahun 2018. Dari total pengadaan beras sebanyak 1.785.450 ton, masih tersisa 275.811 ton beras belum tersalurkan. Dari jumlah tersebut, 106.642 ton di antaranya merupakan beras turun mutu.

“Kami sudah lapor ke presiden saat itu, beras impor kami saat Maret tahun lalu (stoknya) 900 ribu ton sisa dari 1,7 juta ton, sekian juta ton beras impor, jadi sudah menahun kondisinya,” kata Buwas. Di depan anggota DPR, Buwas juga merasa heran dengan rencana impor beras ini sebab dalam rapat terbatas yang diikuti sebelumnya tidak dibahas mengenai rencana tersebut.

Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri menilai bahwa kebijakan impor satu juta ton beras sangan politis. Dia bahkan mencurigai ada pejabat yang ingin rente dengan memaksakan adanya impor beras di tengah produksi padi petani yang meningkat.