Eramuslim.com – Laporan dan pemberitaan Wall Street Journal (WSJ) tentang upaya China untuk “menutup mulut” Ormas Islam dengan gelontoran dana “suap” soal kasus Uighur pada tahun 2018 cukup menghebohkan. MUI, Muhammadiyah, maupun NU membantah apa yang dituduhkan Wall Street Journal ini. Klarifikasi pun telah dilakukan.
Muncul laporan ini berdekatan waktu dengan persetujuan Kongres AS atas pengundangan yang berkaitan dengan HAM di Uighur. Cina berang pada AS atas keluarnya UU ini.
Memang Ormas-Ormas Islam ini pernah diundang oleh Pemerintah Cina untuk melihat situasi di kamp re-edukasi yang disinyalir sebagai kamp “konsentrasi” untuk pencucian otak sistematis muslim Uighur oleh Pemerintah Cina. Amerika dan juga PBB menilai apa yang terjadi di kamp ini adalah perbuatan pemaksaan dan penyiksaan terhadap muslim Uighur yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Suara Ormas Islam tidak terlalu lantang mengecam. Pemerintah Republik Indonesia pun lunak lunak saja.
Tentu laporan WSJ tanggal 11 Desember 2019 tersebut “menyengat” Ormas Islam dan juga rakyat Indonesia. Reaksi bermunculan dan seperti diungkapkan di atas bantahan pun dilakukan.
Terhadap kondisi ini sebenarnya sudah menjadi pengetahuan masyarakat dunia bahwa apa yang dilakukan Pemerintah Cina terhadap muslim Uighur adalah perbuatan di luar batas dalam “membantai” umat Islam. Pemerintah Cina sendiri berargumen kamp ini sebagai sarana pendidikan vokasi sekaligus untuk mencegah berkembangnya ekstrimisme dan terorisme di wilayah Xinjiang. Argumen yang sebenarnya hanya bersifat apologetik.