Dibandingkan dengan Jokowi pada Pilpres 2014, antusiasme warga mendukung Prabowo pada pilpres kali ini jauh lebih gempita.
Bagaimana mungkin perolehan suara Jokowi bisa lebih tinggi dibandingkan dengan Pilpres 2014. Sangat bertentangan dengan akal sehat dan nalar publik.
Sebagai produk, Jokowi adalah produk gagal, “barang reject.” Jadi tidak mungkin perolehan angkanya melebihi Pilpres 2014. Pasti ada yang salah. Ini penghinaan terhadap akal sehat.
Sebagai bukti Jokowi adalah “barang reject,” dia kalah telak di 8 dari 9 TPS di Kompleks Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Jakarta Timur. Ini adalah bukti telak yang tidak bisa dibantah. Keluarga pasukan paling dekat dan paling dipercaya Jokowi saja, emoh dengannya.
Keempat, bila sudah menang mengapa Jokowi sangat ingin bertemu dengan Prabowo. Mengapa Luhut menggunakan berbagai cara untuk bisa bertemu Prabowo?
Seharusnya Jokowi bersabar, menikmati kemenangan. Tunggu sampai tanggal 22 Mei setelah KPU menyelesaikan rekapitulasi manual. Setelah itu sebagai pemenang dia tinggal mengundang Prabowo. Tidak perlu memohon-mohon, memuji-muji Prabowo seperti yang dilakukan oleh Luhut.
Kelima, sampai saat ini belum ada satupun kepala negara/kepala pemerintahan mengucapkan selamat atas kemenangan Jokowi. Hal ini sangat berbeda dengan Pilpres 2014, saat itu sejumlah kepala negara langsung menghubungi Jokowi dan memberi ucapan selamat.
Soal ucapan selamat kepada Jokowi ini sempat muncul upaya disinformasi melalui media. Salah satunya dilakukan oleh laman detik.com.
Pada hari Kamis (18 /4) pukul 16:47 WIB detik.com memuat berita dengan judul: Sudah 21 Kepala Negara Ucap Selamat ke Jokowi, Erdogan Juga akan Telepon.