Eramuslim – HINGGA hari ini kubu Jokowi dan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih mencoba meyakinkan rakyat, Jokowi menang. Upaya ini seperti menegakkan benang basah.
Publik sudah paham, menyaksikan sendiri, dan yang paling penting sangat meyakini Prabowo menang.
Secara de facto Indonesia sudah mempunyai presiden baru. Tinggal menunggu secara de jure.
Apa saja alasannya sehingga publikasi massif quick count manipulasi dan intimidasi pikiran (mind games) publik melalui aplikasi Situng KPU, tak ada gunanya.
Pertama, kalau sudah menang mengapa harus curang? Alasan ini tidak bisa dibantah dengan dalih apapun. Kecurangan rekapitulasi dengan modus menggelembungkan suara Jokowi dan mengempiskan suara Prabowo ini terjadi sangat massif. Levelnya sudah tidak masuk akal.
Dalam satu TPS suara pemilih maksimal hanya 300 orang. Namun kita menyaksikan ada satu TPS di Bali jumlah pemilih Jokowi lebih dari 1.000 orang. Banyak juga rekap data pemilih menunjukkan Jokowi menang melebih jumlah total suara pemilih, baik yang sah maupun tidak sah.
Meminjam istilah Rocky Gerung, hanya orang dungu yang percaya dengan kecurangan yang dungu semacam itu.
Kecurangan semacam ini tidak perlu terjadi, jika Jokowi benar menang. Hanya akan mencoreng kemenangan Jokowi, dan memberi peluang Prabowo menggugat.