Ya, mereka iri, sirik, dengki dan frustasi. Menjilat penguasa adalah stereotypenya. Ahok kalah, mereka dendam.
Lieus Sungkharisma merespon dengan menggelar deklarasi ulang “Ganti Presiden” di Cikini sebelah Taman Ismail Marzuki. Kali ini, selain nama-nama di paragraf satu, muncul Ustad Aminuddin (Alumni 212), Sugiyanto (Katar) dan Ustad Daud.
Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Lawyer paling tampan yang punya paras ganteng berlebihan, Mr Habiburokhman turut hadir sebagai undangan. Dia menyatakan, ACTA siap turun tangan bila ada upaya kriminalisasi terhadap aktifis gerakan “Ganti Presiden”.
Orang-orang makin panas. Bukan banci namanya kalo ngga gusar. Lieus Sungkharisma sama sekali tidak menggubris seruan-seruan cengeng mereka.
Reaksi atas deklarasi kedua ini adalah somasi. Lieus Sungkharisma diminta berhenti mengatas-namakan Tionghoa dalam gerakan “Ganti Presiden”. Faktanya, tidak sekali pun ada statemen Lieus Sungkharisma yang mengatakan bahwa dia mewakili komunitas Tionghoa.
Jadi, Lieus Sungkharisma dihantam atas-bawah. Selain sesama ethnik, kelompok Tionghoa “Ganti Presiden” dicurigai dan dicaci-maki Non-Chinese. Mereka dituding cari aman. Padahal rezim ini masih kuat. Di mana cari amannya?
Pasca Anies-Sandi menang, banyak orang cari posisi. Berharap imbalan jabatan. Lieus Sungkharisma termasuk salah satu orang yang sudah “dihitamkan” sejak awal oleh para pencari rente. Padahal, mereka bukan Aniser murni. Mereka AHYER. Beberapa di antaranya double-agent yang dipasang Rezim Ahok. Tapi langsung ganti topeng setelah Anies-Sandi menang.
Kutukan dan somasi sudah dirilis oleh segelintir Tionghoa Pro Joko. Harapan mereka, jasa ini bakal diingat bila Joko menang lagi. Ngimpi tidak larang.