Sebuah video permohonan maaf cengeng. Namun, ternyata itu pun prank. “Tapi, bo’ong!” ujarnya seraya tertawa kosong.
Warganet kian geram. Banyak pihak mengecam. Ferdian jadi musuh bersama secara masif. Konten videonya sangat jauh dari tipikal kreatif. Khas muda-mudi Kota Bandung. Tak pelak, jutaan warganet membuang sumpah serapah ke Si Badung.
Saat ini, pandemik Covid-19 masih mewabah. Alangkah baiknya, influencer menghasilkan konten berfaedah. Akan lebih baik lagi, jika mereka berkenan bersedekah. Menyisihkan sedikit penghasilan adsense sebagai Youtuber, biar berkah.
Uang yang disisihkan, mungkin bisa digunakan untuk membeli menu murah meriah. Lalu, disisipkan beberapa lembaran biru atau merah. Siapa tahu dicatat malaikat, karena bikin konten syariah.
Sebetulnya, prank positif berfaedah masih layak dijadikan konten. Tanpa melecehkan pihak lain demi terlihat keren. Apalagi sampai berindikasi perusakan, atau perbuatan tidak menyenangkan.
Aktor Bollywood, Aamir Khan anti-thesis dari hal itu. Aamir menyelundupkan uang, kisaran Rp 3 juta, ke dalam bingkisan satu kilogram terigu. Kemudian membagikannya ke orang-orang kurang mampu.
Mendingan mana, Aamir Khan atau Ferdian?
Terlepas dari prank sampah Ferdian, warga lain pun hendaknya patuh. Tidak dibenarkan juga untuk berkeliaran dan berkumpul hingga subuh. Karena wabah Covid-19 belum pergi jauh.
Pemerintah sebetulnya punya solusi tepat. Salah satunya, bansos rakyat. Supaya makin merakyat, ditambahkan stiker wajah pejabat.
So, Gaes. Mari, sama-sama kita pahami.
Pandemik Covid-19 adalah wabah global, bukan lokal. Tidak pantas dijadikan konten nakal. Stop kebijakan tipu-tipu nyeleneh penuh intrik. Stop curi-curi panggung politik.
Covid-19 adalah musuh bersama. Garda terdepan adalah kita semua. Bukan jurnalis, bukan paramedis. Melainkan kamu. Iya, kamu. Di rumah aja dulu.
Ibarat persiapan menghadapi medan tempur, seluruh masyarakat dikenakan wajib militer.
Perang melawan Covid-19. Bukan prank, Gaes!
Akan tetapi. Dari sekian banyak prank, ada satu yang paling fenomenal. Yaitu, prank kolonial. Awal datang, mengaku calon mitra. Menebarkan misi mulia.
Iktikad baiknya, transaksi rempah-rempah. Terpikat sumber daya alam melimpah.
Lama kelamaan, mereka pun mulai mendeteksi. Bahwa ternyata, bangsa ini target prank potensial. Tiada lagi mitra transaksi. Semua sektor dialihkuasa total.
Kini, prank penjajah menginspirasi sebagian besar politisi. Hanya saja ada sedikit modifikasi.
“Jika terpilih nanti, Saya akan terus menolong.”
(((Tapi, bo’ong)))
Prank Tipu-tipu saja. (*)
Penulis: Tangguh Sipria Riang
Jurnalis, Pegiat Sosial, dan Pemerhati Lingkungan