Lakon “Si Halu dan Si Narsis” Dalam Kisah Donasi 2 T Berakhir

Eramuslim.com

Lakon

SEPULUH hari berlalu. Ibarat pertunjukan film, saya kira drama  bantuan sosial sebesar Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio Alhamdulillah sudah “the end”. Sudah berakhir.

Kapolda Sumsel, Irjen Prof DR Eko Indra Heri MM sudah move on. Mengakui gaduh 2 T semua kesalahannya. Tidak cermat. Irjen Eko tak lupa meminta maaf kepada Kapolri dan seluruh masyarakat dalam konferensi pers barusan, Kamis siang (5/8).

Manna pelleng punna tallewaki,” kata ungkapan dalam bahasa Bugis Makassar. Artinya, biar pun cuma film jangan kebangetanlah.

Saya menulis berseri, mengikuti dinamika drama sumbangan 2 T yang mengegerkan masyarakat se-Indonesia. Saya khawatir di mancanegara juga. Sebab, berdasarkan  catatan, itu baru pertama kali terjadi di dunia: ada orang menyumbang sebesar itu. Orang terkaya di dunia saja pun belum melakukannya.

Saya mengikuti, merekam, dan menuliskan dalam banyak judul kisah Akidi Tio selama 10 hari itu. Sekarang saya mau mengakhiri sorotan kasus 2 T ini dengan ulasan dari angle yang lain.

Katakanlah ini kisah film. Lakonnya tentang “Si Halu dan Si Narsis”. Dramaturginya keren.  Wajar jika pertunjukan filmnya mendapat aplusan panjang penonton atau rakyat.

Istilah dramaturgi dicetuskan oleh Erving Goffman pada tahun 1959 yang termuat dalam karyanya berjudul “Presentation of Self in Everyday Life“. Sebuah teori yang mengemukakan bahwa teater dan drama mempunyai makna yang sama dengan interaksi sosial dalam kehidupan manusia.

Dramaturgi dalam konsep Erving merupakan pendalaman dari konsep interaksi sosial, yang menandai ide-ide individu yang kemudian memicu perubahan sosial masyarakat menuju era kontemporer.

Teori dramaturgi muncul sebagai reaksi atas konflik sosial dan rasial dalam masyarakat. Dramaturgi berada di antara interaksi sosial dan fenomenologi.

Kito Dibudike

Lampu bioskop sudah menyala. Pertunjukan selesai. Semua penonton membawa pulang kisah film dalam pikirannya masing-masing. Orang Palembang bilang “Akidi”. Akronim kata “Akhirnyo Kito Dibudike“. Dibudike artinya dibohongi.

Warga Palembang pasti paling pedih. Bisa kita rasakan. Dan, geram. Malu. Wongkito sudah sempat tepuk dada. Bangga. Warganya membuat rekor penyumbang terbesar. Mungkin satu abad terakhir.

Bagaimana tidak, nominal sumbangan itu  hampir 20 % dari APBD Sumatera Selatan 2021 yang 10,8 T.