KPK berdasarkan strategi itu memasuki kompleks MA (2005) melalui kasus Probosutedjo. KPK lalu membantu membenahi manajemen MA.
Hasilnya, kasus-kasus kasasi yang bertahun-tahun numpuk di meja Hakim Agung, dalam waktu relatif singkat, dapat diselesaikan. Bahkan, putusan Pengadilan dapat dipantau di web MA dalam waktu relatif singkat.
Sayang, ketika KPK jilid 2, Lembaga ini diobok-obok oleh kasus cicak vs buaya sehingga kelanjutan reformasi birokrasi di K/L, termasuk MA, terabaikan. Wajar, muncul kembali kasus-kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. Kasus terakhir, Sekretaris MA ditangkap KPK.
Integritas dan Keteladanan Yang Hilang
Gusdur pernah bilang, di kepolisian hanya ada dua orang jujur. Jenderal Hoegeng dan polisi tidur. Candaan Gusdur tersebut, berlebihan. Sebab, selama delapan tahun di KPK, saya temukan banyak anggota polisi yang hebat.
Apakah mereka adalah anggota polisi terbaik yang direkomendasikan untuk berkiprah di KPK? Bisa iya, dapat juga tidak. Saya mau berkongsi tentang beberapa anggota polisi yang “hebat.”
Novel Baswedan dan beberapa Penyidik memasuki ruang kerja saya ketika terjadi kasus cicak vs buaya (2007). “Bapak harus pertahankan KPK agar tidak sampai dibubarkan,” pernyataan Novel yang saya masih ingat.
“Mengapa,” tanya saya. Kalau kami, ‘nothing to lose’, katanya. “Tapi, kami tidak mau jadi orang jahat lagi,” tambahnya. Tegas! Saya terkejut!
Mereka meninggalkan ruangan, lalu saya merenung. Penyidik KPK berasal dari Kepolisian yang Mabesnya hanya beberapa kilometer dari Kuningan. JPU dari Kejaksaan Agung yang kantornya juga hampir sama jaraknya dari KPK.
Kedua instansi tersebut dianggap bermasalah oleh masyarakat. Hal tersebut juga merupakan alasan, mengapa dibentuk KPK. (Saya pun teringat akan tingkah laku kedua adik ipar saya yang juga anggota polisi).
Namun, Penyidik dan JPU yang di KPK, setidaknya pada edisi 1 dan 2, hebat-hebat. Mengapa? Penyebabnya, sistem yang diterapkan di KPK, berbeda dengan di instansi lain.
Di KPK, SOP, Kode Etik, dan Peraturan Kepegawaian dilaksanakan tanpa toleransi. ‘Zero tolerance’. Itulah integritas. Mereka, Penyidik dan JPU ini ketika kembali ke instansi asal di mana sistem di sana, belum berubah, maka mereka akan kembali lagi ke tradisi lama. Saya lalu paham, apa yang dimaksud dengan pernyataan Novel tadi. Sejak itu, di pelbagai kesempatan, saya selalu sosialisasikan konsep Reformasi Birokrasi yang digaungkan KPK sejak 2005.
Saya, ketika di ILC, sering dihubungi salah seorang Penyidik KPK. Beliau biasa menyampaikan informasi tentang alasan, bukti, dan dasar hukum, mengapa KPK melakukan begini dan begitu. Poinnya, beliau betul-betul memertahankan nama baik KPK ketika dihajar dari kanan dan kiri panggung pemberantasan korupsi. Seorang anggota polisi yang bertugas di Pengawasan Internal (PI), selantai dengan saya, tidak pernah absen shalat berjamaah.