Kontrak Baru Koalisi PKS, Adu Kuat SBY Hilmi

Drama penandatanganan kontrak baru koalisi yang disodorkan pihak SBY ke PKS mungkin akan berakhir hari ini. Pasalnya, PKS akan menggelar sidang majelis syuro pada Jumat dan Sabtu ini untuk menentukan apakah akan tanda tangan atau tidak.

Dilihat dari runutan drama yang sudah berlangsung sekitar dua pekan itu, begitu kuat adanya pertarungan antara dua orang di dua kubu yang berbeda, yaitu SBY di satu sisi dan Hilmi Aminuddin di sisi yang lain. SBY menginginkan PKS tanda tangan tanpa harus berurusan dengan Hilmi, sementara Hilmi tidak mau tanda tangan kalau belum bertemu SBY.

Nyatanya, hingga dua pekan berlalu sejak rapat internal petinggi PKS di Lembang yang memutuskan bahwa hanya Hilmi yang menandatangani kontrak koalisi, SBY tak juga ngasih sinyal akan bersedia bertemu ketua majelis syuro PKS ini.

Puncaknya pada Selasa lalu, salah seorang petinggi Demokrat, Syarief Hasan, menyampaikan maklumat yang menurutnya berasal dari SBY. Dan itu ia sampaikan usai bertemu dengan SBY di Istana Negara. Menurut Syarief, kontrak baru koalisi harus sudah selesai ditandatangani semua petinggi parpol termasuk PKS pada Selasa itu. Setidaknya, ditunggu hingga Selasa malam.

Presiden PKS, Luthfi Hassan Ishaaq pun berinisiatif melakukan pertemuan khusus dengan Mensesneg Sudi Silalahi untuk menjadwal pertemuan antara SBY dan Hilmi Aminuddin. Saat itu, Sudi memperkirakan kalau pertemuan bisa diselenggarakan pada keesokan harinya, Rabu (13/4). Tapi nyatanya, hingga Jum’at ini, jadwal yang diharapkan itu tak kunjung datang.

Keputusan pun akhirnya masih tetap menggantung di pihak PKS, dalam hal ini Hilmi Aminuddin. Dan dari gagalnya jadwal pertemuan itu, seolah menunjukkan kalau SBY tidak membutuhkan kehadiran Hilmi, melainkan hanya tandatangan dari PKS.

Dari situlah, tampaknya, bola panas yang semula berada dalam kekuasaan penuh di tangan Hilmi, dilempar lagi ke forum terbuka yang bernama Majelis Syuro: apakah mau tanda tangan, atau bersama-sama memutuskan untuk lepas dari koalisi.

Adu Kuat SBY Hilmi?

Drama berlarut-larutnya penandatanganan kontrak koalisi PKS yang berujung di sidang majelis syuro hari ini, sulit untuk menepis kalau itu bukan sebuah tanda adanya pertarungan antara SBY dan Hilmi Aminuddin. Lalu, kenapa SBY seperti memilih pertarungan itu?

Kontrak koalisi sebelumnya antara PKS dan SBY memberikan pelajaran tersendiri kepada SBY dan Demokrat bahwa kesepakatan itu terjadi antara SBY dan Hilmi Aminuddin, bukan presiden partai atau yang lain. Karena nyatanya, petinggi PKS setingkat presiden partai pun tidak punya otoritas untuk mengatur anggota parlemennya di DPR.

Walaupun mantan presiden PKS seperti Tifatul Sembiring sudah menjadi menteri, ternyata tetap saja kubu PKS di parlemen melakukan ‘serangan’ kepada pihak SBY dalam hal ini koalisi yang dipimpin Demokrat. Itu jelas sekali ketika konflik terakhir di Senayan dalam kasus angket anti mafia pajak.

Dengan kata lain, hukuman yang akan diberikan SBY kepada PKS karena dianggap ‘nakal’ tidak lagi ditujukan kepada petinggi PKS setingkat DPP. Tapi, langsung kepada ketua majelis syuronya, Hilmi Aminuddin.

Di sisi lain, boleh jadi, pengabaian permintaan PKS untuk menjadwal pertemuan antara SBY dan Hilmi yang tidak ditanggapi serius pihak SBY sebagai indikasi adanya ekses yang diinginkan pihak SBY. Antara lain, munculnya konflik antar elit di PKS, yaitu antara DPP yang punya hubungan khusus dengan kader yang ada di kabinet dengan ketua majelis syuronya sendiri. Begitu pun dengan yang ada di parlemen. Kalau pun akhirnya diputuskan tidak lagi berkoalisi, bibit konflik itu sudah ditanam di sekitar sosok Hilmi Aminuddin.

Lalu, siapa yang menang dari adu kuat SBY – Hilmi ini? Inilah mungkin pilihan sulit yang harus diputuskan oleh seorang ketua majeilis syuro seperti Hilmi. Kalau ia terus menerus tetap pada pendiriannya untuk bertemu dulu baru tanda tangan, akan ada pengabsahan pihak SBY untuk melepas PKS dari koalisi karena dianggap tidak mau tanda tangan. Karena toh, SBY memang belum mau bertemu dengan Hilmi.

Tapi, jika itu akhirnya ditandatangani Hilmi tanpa melalui pertemuan dengan SBY, tak pelak lagi akan menunjukkan kalau SBY berada di atas angin, jika tidak mau dikatakan telah menghinakan Hilmi. Dan akhirnya, Hilmi seperti ingin mengungkapkan kepada PKS bahwa ‘penghinaan’ ini bukan untuk dirinya, tapi juga untuk PKS. Hal itu seperti terlihat dari digelarnya sidang Majelis Syuro.

Politik ‘zig-zag’ ala Hilmi Aminuddin yang penuh paradok, akhirnya kena batunya sendiri. Padahal, Juni lalu, saat berlangsung Munas PKS, yang berlangsung di Hotel Ritz Carlton, bagaimana "mesranya" hubungan SBY – Hilmi, yang hadhir di acara bersama Ibu Ani, dan Ketua Dewan Syuro PKS itu, menegaskan dalam sambutannya, "Kebersamaan kami dalam koalisi bersama Bapak Presiden, bukan taktik dan strategis, tetapi merupakan iman dan aqidah kami", ujar Hilmi.

Tetapi, ucapan yang disampaikan Hilmi dihadapan Presiden SBY itu, sekarang seperti tak berbekas, dan sekarang masih harus lagi meneken kontrak baru, yang sebenarnya kontrak itu, hanyalah ditujukkan kepada Hilmi. Istilah "kamu masih setia atau tidak?" dalam koalisi ini. Dengan tanpa SBY harus bertemu dengan Hilmi Aminuddin.

PKS yang sudah dirundung "malang’, sejak laporan Majalah Tempo tentang "daging berjanggut", dan dilanjutkan dengan "PKS Terbelah", ditambah kutipan kitab Mathius oleh Nasir Jamil, dan ditutup dengan sebuah ledakan "bom Arifinto", sekarang PKS masih harus mendapatkan pukulan lagi dengan dipaksa untuk menandatangan akta koalisi, tanpa Hilmi Aminuddin bertemu dengan SBY.

Mungkin keinginan Hilmi Aminuddin bertemu dengan SBY akan menjadi bahan untuk "pamer" pada pengikutnya bahwa dirinya masih dianggap penting oleh Presiden SBY, tetapi itu tidak terjadi.

Kini, bola panas diterima tidaknya kontrak koalisi sudah tidak lagi di tangan Hilmi Aminuddin. Tapi sekarang bola panas itu dilemparkan ke masing-masing peserta anggota majelis syuro yang bersidang hari ini. mh