Komisaris Untuk Pendukung, Apakah BUMN Milik Nenek Moyang Jokowi?

Selanjutnya ada Paiman Raharjo yang ditunjuk sebagai komisaris di PT PGN (Perusahaan Gas Negara). Dia adalah ketua relawan Sedulur Jokowi. Politisi PDIP, Arif Budimanta, mendapat balas jasa sebagai komisaris Bank Mandiri. Dia disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Jokowi.

Inilah nama-nama komisaris sebagai hadiah atas kerja mereka mendukung Jokowi sejak pilgub DKI hingga pilpres 2014 dan 2019.

Yang menjadi pertanyaan: apakah mereka, para pendukung Jokowi itu, berjasa untuk negara atau untuk kepentingan pribadi Jokowi? Sangat jelas mereka mendukung kepentingan pribadi Jokowi. Sebagai relawan Jokowi, mereka bukan bekerja untuk kepentingan negara.

Nah, mengapa mereka mendapatkan balas jasa dengan jabatan komisaris di BUMN? Apakah BUMN milik nenek moyang Jokowi? Tentu saja bukan.

Artinya, Jokowi membalas jasa para pendukungnya dengan uang rakyat lewat gaji ratusan juta sebagai komisaris BUMN. Jelas ini penyimpangan. Tidak salah kalau balas jasa seperti ini disebut sebagai salah satu bentuk korupsi.

Kalau Jokowi mau membalas jasa para pendukungnya, bayarlah dengan uang sendiri. Atau berikanlah kepada mereka jabatan-jabatan yang ada di perusahaan milik Jokowi pribadi atau keluarganya. Jangan bebankan kepada rakyat melalui BUMN.

Sekarang, apa yang bisa dilakukan untuk membalikkan kondisi ini? Pertama, DPR sebagai wakil rakyat harus mempersoalkan itu. Jokowi harus didesak agar menghentikan pemberian hadiah komisaris BUMN kepada para pendukungnya. Kembalikan semua jabatan komisaris kepada orang-orang yang memiliki kompetensi untuk kemajuan perusahaan negara.

Kedua, para pakar hukum sebaiknya mempelajari kemungkinan adanya pelanggaran peraturan tentang pengangkatan komisaris BUMN. Kalau pelanggaran etika, sudah sangat jelas terjadi.

Praktik buruk ini jangan sampai ditradisikan oleh presiden-presiden berikutnya yang merasa perlu memberikan hadiah kepada para pendukung di masa kampanye. Silakan mereka diberi posisi politis sebagai stafsus, wakil menteri, deputi, staf ahli, dsb, yang berada di lingkup pemerintahan. Jokowi berhak mengangkat siapa saja untuk posisi di pemerintahannya. Di negara-negara lain pun lumrah terjadi.[]

29 Mei 2021
(Penulis wartawan senior)