KM 50: Memburu Pemilik Ide Kejahatan

Babak Baru

Kini, insiden wafatnya enam laskar FPI memasuki babak baru. Tiga anggota Polda Metro Jaya yang terlibat dalam bentrok dengan enam laskar FPI, tengah diperiksa. Menurut Kabareskrim Polri, tidak menutup kemungkinan ketiganya menjadi tersangka.

Bila benar tiga Anggota Polda Metro Jaya melakukan pembunuhan itu, harus dipastikan apakah tindakan itu dilakukan atas inisiatif sendiri atau atas perintah atasan. Yang kita tahu, garis komando begitu mendarah daging dalam diri aparat kepolisian dan personel TNI. Seorang petugas lapangan umumnya tidak akan berani mengambil keputusan berdampak besar bila tidak ada perintah atasan.

Jika benar didasari atas perintah atasan, maka kasus ini tidak boleh berhenti hanya pada petugas lapangan. Pemilik ide kejahatan dan pemberi komando harus dikejar. Meski begitu, harus diakui pula bahwa kemungkinan inisiatif sendiri tetap ada, meski potensinya kecil. Itu bisa terjadi jika situasi lapangan mengharuskan,

Di sisi lain, lagi-lagi muncul kontroversi baru. Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 anggota Laskar FPI menduga ada eksekutor lain dalam peristiwa di Km 50 tol Cikampek, 7 Desember 2020. Kemungkinan ini disinyalir Ketua TP3 Abdullah Hehamahua, berdasarkan penuturan saksi mata di sekitar lokasi.

Dugaan Hehamahua sebaiknya tidak dikesampingkan begitu saja. Terlebih, dugaan ini memiliki kecocokan dengan temuan investigasi Komnas HAM. Komnas menyebut ada sejumlah pria yang membawa senjata laras panjang di sekitar KM 50, yakni aparat penjaga jalur pengiriman vaksin Covid-19.

Meski begitu, selalu terbuka alternatif lain yang dapat terjadi. Belajar dari kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Nusantara Nasrudin Zulkarnain, misalnya. Faktanya, di persidangan terungkap bahwa eksekutor yang dinyatakan disewa oleh Mantan Ketua KPK Antasari Azhar ternyata gagal menunaikan tugas. Pistol sang eksekutor macet. Tapi Nasrudin Zulkarnain toh tetap tewas dengan peluru bersarang di kepala.

Peristiwa sejenis itu pula yang dikhawatirkan Hehamahua. Menurut dia, peluru yang menyasar kepala Nasrudin Zulkarnain berasal dari senapan sniper, penembak jarak jauh. Baik Komnas HAM maupun penyidik di Kepolisian seharusnya memikirkan alternatif semacam ini, agar penanganan dan pengembangan perkara tepat sasaran dan berkeadilan. Yang salah tidak boleh dibenarkan, dan yang benar jangan disalahkan.

Kini, TP3 bersama Amien Rais telah menemui presiden. Segala harapan, unek-unek, dan bahkan ancaman siksa api neraka telah disampaikan. Kita menunggu sejauh mana langkah bijak Presiden Joko Widodo. [FNN}

Penulis adalah Senator DPD RI