Medsos rame. Kubu Anti Ahok pura-pura bela Rizal Ramli. Mereka balik serang, melebarkan serangan dan mempertajam caci-maki dengan mengungkit figur-figur koruptor ethnik Tionghoa. Kecemburuan kelas sosial dikipas. Mereka plintir justeru para pedagang ethnik Tionghoa di Glodok mendapat fasilitas special dari negara dan pejabat.
Misalnya; Pedagang Tionghoa lebih mudah dapet pinjaman bank. Mereka cenderung lebih dipercaya otoritas perbankan daripada Pedagang Pribumi.
Bukan salah Pedagang Tionghoa. Pemberi pinjaman bank bukan negara. Pedagang Tionghoa di Glodok sama sekali tidak dapet privilege negara apa pun.
Akibat manuver para Super Hero penyerang Rizal Ramli itu, Ethnik Tionghoa jadi sasaran racial-hatred dan racial-slur.
Padahal Rizal Ramli bukan seorang rascist. Kolega Tionghoanya banyak.
“Klas Glodok” istilahnya sama sekali ngga punya tendensi pejoratif dan rascist. Di Glodok itu banyak Pedagang Pribumi. Misalnya my colleagues; Mr Waluyo dan Eko Galgedung. Keduanya akrab dengan Mr Chen Yi Ching pemilik Gedung HWI Glodok.
Istilah “Klas Glodok” merujuk pada Swasta. Sehingga Rizal Ramli benar; Ahok yang berkarakter seperti Bos Pabrik, Bos Toko Spare Parts atau Preman Pasar Glodok ngga pas ditempatkan ke dalam mekanisme birokrasi state-corporate macam BUMN.
Karakter “Swasta” Ahok tampak saat dia jadi Gubernur Jakarta. Interaksi Ahok dan ASN Pemda jadi mirip pola hubungan Bos-Karyawan. Mayoritas Bos Toko kerap ngomelin buruhnya sesuka hati.
Padahal Birokrasi tidak begitu. Harus ada diplomasi dan seni. Jenderal Sutiyoso tidak pernah mempermalukan ASN selama menjabat Gubernur Jakarta. Approachnya beda dengan Ahok.
Salah satu karakter “Klas Glodok” adalah TRUST. Saya bisa pinjam modal atau hutang kepada Mr. Chen Yi Ching hanya dengan modal tanda-tangan di atas kertas rokok. Karena dia percaya saya. Nama baik yang utama. Jadi bisa cincai.
Pola bisnis corporate tidak bisa begitu. Semuanya berdasarkan aturan main legal formal.
Salah penempatan Ahok dalam ruang birokrasi sudah diketahui publik; Ribut Melulu…!!
Menurut saya, itu yang dikuatirkan Bang Rizal Ramli. Dan menurut saya, dia benar. (*end/kfrts)
Oleh: Zeng Wei Jian