Kisah Kecebong, Kampret dan Kadal Gurun

Oleh: Yusuf Blegur – Mantan Presidium GMNI

 

Sebagai generasi yang lahir di tahun 70-an, sejak anak-anak sudah akrab dengan buku bacaan maupun dongeng tentang fabel. Cerita yang mengisahkan aneka perilaku dalam kehidupan dunia binatang. Masa kecil penuh keceriaan dalam bermain dan sekolah kala itu,  menyimpan  keasyikan tersendiri ketika cerita dan dongeng memberi pelajaran dan nilai tersendiri. Suguhan cerita baik tentang kumpulan binatang maupun kisah-kisah petualangan manusia atau legenda tertentu begitu kuat membekas hingga dewasa dan memasuki usia lanjut. Begitu menarik dan berkesan karena bacaan cerita atau dongeng itu selalu menampilkan keragaman sifat dan karakter terutama yang ada pada dunia binatang. Meskipun peran binatang itu menampikan keseharian perilaku manusia,  ada yang dzolim dan tertindas, ada pahlawan dan penghianat serta kebenaran melawan kejahatan.

Seiring jaman dan perkembangan teknologi, dimana dunia digital lebih mudah dan cepat mengakses pelbagai informasi apapun. Tradisi membaca ataupun mendengarkan dongeng, semakin sulit dijumpai. Mungkin soal kepraktisan  membuat budaya  mendengar cerita dan dongeng dianggap tidak lagi efektif karena menyita waktu dan kalah oleh kesibukan yang lain.  Padahal perangkat audio visual begitu mudah dijangkau, bisa dari  gadget yang berlimpah fitur media sosial atau dunia sinema yang kini semakin canggih dan akseptabel serta mudah  dijangkau semua lapisan masyarakat.