Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran telah nyaris berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh kekaisaran Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997)
Pendek kata, setiap orang pasti menyangka Kekaisaran Romawi Byzantium akan runtuh. Tetapi tepat di saat seperti itu, ketika semua orang telah menilai bahwa Romawi Byzantium akan runtuh, tetiba dari sebuah wilayah Hijaz yang tandus dan tak pernah di perhitungkan dalam sejarah, mengabarkan sebuah berita yang turun dari langit yang menerangkan dan memetakan masa depan Byzantium yang tak lama lagi akan mendapatkan kemenangan (dalam beberapa tahun lagi).
Bagi para pengamat politik kala itu, berita yang disampaikan Nabi dari ayat Al Qur’an itu seolah sesuatu yang mustahil. Terlebih lagi bagi para pemuka kaum Quraisy yang memang dikenal sebagai orang-orang yang memiliki taraf kecerdasan yang tinggi dalam menganalisa. Hal ini dapat kita lihat bagaimana kebiasaan orang-orang Quraisy yang suka kepada permainan kata-kata melalui syair-syair.
Maka tak heran bila turunnya surat Ar Rum ini justru semakin menjadikan bahan cemoohan diantara orang-orang Kafir Quraisy Mekah. Karena mereka berkeyakinan bahwa kemenangan yang diberitakan Al Qur’an takkan pernah menjadi kenyataan dan bohong belaka.
Dikabarkan dalam sebuah riwayat bahkan saking tingginya gesekan antara percaya dan tidak percaya hingga salah seorang Sahabat mulia Abu Bakar As Syidiq hingga dipaksa ditantang agar berani bertaruhan apabila Romawi mampu mengalahkan Persia.
Namun ternyata fakta berbicara lain. Sekitar enam tahun setelah diturunkannya ayat pertama Surat Ar Rum tersebut, pada Desember 626 Masehi, terjadi perang penentu antara Kekaisaran Byzantium dan Persia di daerah Nineveh Jordania.