Efek surplus anggaran, membuat Cina bisa mengalokasikan dana yang cukup untuk riset dan teknologi, termasuk anggaran militer. Secara SDM, mereka punya 1,5 juta tentara aktif. Belum lagi jumlah penduduk 1,4 milyar. Ini jelas persoalan pelik dalam kacamata geostrategis konstelasi dunia. Manuver militer Cina mempertontonkan provokasi murahan di Laut Cina Selatan sebagai bukti.
Dari segi ideologi politik, Cina masih tetap sebagai negara Komunis. Banyak pengamat apalagi khalayak yang lupa (atau pura-pura lupa) aspek ini. Hanya ada partai tunggal di sana, yaitu Partai Komunis Cina (PKC). Presiden, Perdana Menteri, dan jajarannya adalah mandataris Partai. Melawan partai sama halnya melawan negara. Kekuasaan absolut ada di tangan oligarki mereka. Doktrin komunis yang anti-agama telah kita saksikan contoh konkritnya pada ‘tragedi uighur’. Heterogenitas dipasung, kritik dibungkam paksa.
Harap diingat, Cina juga punya hak veto di PBB. Apabila dunia selama ini kerap dibikin jengkel oleh veto Amerika Serikat membela Israel. Hari-hari ke depan modus dan panorama serupa juga akan sangat memungkinkan diperbuat oleh Cina.
Beranjak dari kondisi di atas, kontens pidato Presiden Xi Jinping pada 70th Anniversary of the Chinese Communist Party’s yang sesumbar “No force can stop the Chinese people and the Chinese nation forging ahead” kemudian bisa dimengerti. Realita mereka tengah diatas angin, naik daun, orang kaya baru, lantas bersikap sombong.
Akhirnya datang virus corona. Kepongahan Cina ambruk seketika. Semaju-tinggi apapun peradaban sebuah bangsa, jika tidak mengenal konsepsi najis, maka tetap sulit hidup higienis. Termasuk perihal makan-minum. Sungguh menggelikan. Bukan rudal musuh yang meluluh-lantahkan mereka. Namun, jebakan Batman alias kelelawar.
Sebagai manusia, perasaan kita turut tersentuh melihat wabah corona yang menimpa Cina. Semoga tulah tersebut lekas hilang kemudian Cina insaf mengambil pelajaran, bertuah pada yang sudah.