Kenapa Demo Saat Ini Selalu Anti Klimaks?

Oleh Raden Baskoro Hutagalung – Forum Diaspora Indonesia

 

SEDARI awal, saya sudah memperkirakan demonstrasi 11 April kemarin akan berakhir anti klimaks. Maksudnya adalah : Out put demo yang seharusnya menyampaikan sebuah aspirasi yang tersumbat melalui jalur politik linear, berakhir tidak sesuai dengan tuntutan demo alias gagal!

Malah bonusnya lagi bagi demonstrasi 11 April kemarin, terjadi insiden “pemukulan” terhadap buzzer pemerintah Ade Armando yang total berhasil merebut semua konsentrasi isu, berubah dari substansi tuntutan dan aspirasi jadi pertengkaran “pembugilan” Ade Armando oleh massa pendemo saat itu.

Hal ini setidaknya selalu berulang, sejak kepemimpinan Jokowi periode kedua ini. Jangan harap akan kembali terjadi demo akbar atau “mega demo” alias “people power” seperti aksi bela Islam 212 yang mampu menghadirkan 14 juta manusia melumpuhkan Jakarta secara damai.

Kenapa ini bisa terjadi? Setiap demo anti klimaks dan pemerintah bagaikan tembok karang yang tak tergoyahkan?. Berikut basis analisisnya.

Pertama. Para pendemo saat ini terpecah belah oleh banyak faksi dan orientasi kepentingan. Kalau dahulu ketika aksi 212 fokus dan total pada satu isu yaitu bela Islam dan penjarakan Ahok, saat ini para pendemo terbagi bagi dalam banyak kelompok yang irisan kepentingannya pun sulit untuk disatukan.

Seperti dari kelompok Mahasiswa itu sendiri. Ada kelompok BEM SI, ada kelompok BEM Nusantara, adalagi kelompok para kampus elit dan besar, ada lagi kelompok kampus pinggiran namun banyak.

Keberagaman faksi dan kelompok ini juga menjadikan keberagaman tuntutan dan orientasi kepentingan. Ada yang cukup datar-datar saja pada isu korupsi. Ada yang respect pada isu ekonomi semata. Ada yang gado-gado, dan juga ada yang memang berdasarkan ideologi perjuangan politik civil society mahasiswa dalam berdemokrasi.

Begitu juga kelompok-kelompok di luar mahasiswa. Baik itu dari kelompok buruh-buruh, kelompok emak-emak, kelompok Islam baik itu dari FPI, PA 212, ARM, aktifis LSM, KAMI, dan purnawirawan TNI/Polri.

Masing-masing kelompok, meski mempunyai judul lagu yang sama tetapi tetap terbelah dalam genre lagu yang berbeda-beda. Sehingga, tetap menghasilkan disharmonisasi gerakan yang membuatnya selalu anti klimaks.

Masing-masing kelompok dan faksi mahasiswa ini seakan “enggan” bermusyawarah dan berhimpun dalam satu gelombang gerakan bersama-sama. Karena sejatinya, baik isu, substansi permasalahan yang diperjuangkan mereka itu adalah sama. Yaitu perjuangan melawan tentang nilai ketidakadilan, kerusakan pengelolaan negara, dan bagaimana rezim hari ini segera berakhir.