Kemewahan Terakhir Rakyat

Indeks demokrasi EIU itu, tidak asal-asalan disusun. Namun mengacu pada 60 indikator yang kemudian dikluster ke dalam lima isu utama. Termasuk tingkat partisipasi dalam politik. Yang dalam beberapa studi empiris, ditemukan, jika partisipasi dan pilihan politik masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau melek politik, serta kondisi ekonomi.

Artinya, indeks demokrasi tersebut, merefleksikan situasi kehidupan masyarakat di bawah. Penilaian The Economist itu, melengkapi berbagai alat ukur terhadap progres atau langkah suatu bangsa. Termasuk Human Development Index yang secara reguler dirilis oleh United Nations Development Programme. Indeks Pembangunan Manusia dari PBB.

Yang sama mencemaskan, rendahnya mutu demokrasi dan pembangunan bangsa Indonesia yang disajikan tersebut, terjadi sebelum krisis multidimensi terjadi. Sementara pandemi Covid-19, telah mengoyak tatanan kehidupan bangsa. Artinya, bila ada studi baru yang menyigi kehidupan kebangsaan kita hari ini, hampir bisa dipastikan semua indikator mendapatkan nilai merah.

Kembali ke soal isu demokrasi, HAM dan kebebasan. Pandemi Covid-19 betul-betul dimanfaatkan untuk memuluskan berbagai agenda, yang dalam situasi normal sulit diimplementasikan. Covid-19 seolah dianggap sebagai alat legitimasi. Paling baru adalah UU Omnibus Law yang disahkan atas nama investasi dan pemulihan krisis ekonomi.

RUU Omnibus Law itu, kita saksikan mendapat badai protes yang bergelombang. Berbagai elemen masyarakat tumpah ruah di jalan. Menuntut penolakan dan pembatalan. Namun aspirasi yang mestinya diserap dalam proses legislasi negara demokrasi yang sehat, justru dikesampingkan. Ada apa ini?

Yang menyedihkan, gelombang aspirasi itu bahkan memakan banyak tumbal. Menurut Amnesty Internasional Indonesia, 402 orang jadi korban kekerasan aparat dalam demo penolakan UU Omnibus Law.

Ini persis yang diingatkan oleh Harvard University. Sebuah artikel yang terbit di laman resmi kampus terkemuka itu menyebut, pemerintahan otoriter di berbagai negara, yang hampir bisa dipastikan secara ekonomi disetir oleh oligarki dan konglomerasi, tampak terburu-buru mengesahkan banyak aturan. Aji mumpung. Selagi perhatian rakyatnya tersedot ke persoalan Covid-19.