Sedangkan “agenda internal” yang hendak dijalankan oleh invisible hands adalah pemakzulan (impeachment) terhadap Trump karena kebijakan atas Jerusalem dinilai kontra produktif serta merugikan banyak kepentingan nasional AS di berbagai belahan dunia. Kenapa? Ancaman boikot atas produk AS atas nama solidaritas Palestina sudah di depan mata. Oil shock jilid III bisa melanda Paman Sam lagi yaitu boikot negara-negara produsen minyak yang berakibat pada krisis sebagaimana pernah terjadi oil shock I tahun 1973 dan oil shock II tahun 1979 dulu. Pertanyaan selidik pun muncul, “Kenapa agenda internal justru hendak memecat atau memakzulkan Trump, ada apa?”
Tak boleh dipungkiri, kemenangan Trump atas Hilary Clinton dalam pemilihan presiden (pilpres) 2016 kemarin memang mengejutkan banyak pihak, karena berbagai survei menyebut, bahwa Hilary akan menang telak atas Trump. Lagi-lagi, politik praktis itu bukanlah yang tersurat melainkan apa yang tersirat (Pepe Escobar, 2007). Dan perkembangan (geo) politik itu unpredictable (tak bisa diramalkan) dan bersifat turbulent (tiba-tiba). Dalam hal ini, tampaknya FBI mencium gelagat kecurangan atas kemenangan Trump pada pilpres 2016 di AS. Inilah yang tersirat.
James Comey, Direktur FBI (akan) dipecat oleh Trump karena menggetahui dan menyelidiki hubugan Trump dengan Rusia terkait dengan pemenangan saat pilpres. Inilah aroma busuk menyengat yang tercium hingga kini di AS setelah pilpres 2016. Isu berkembang, pemecatan mendadak Comey sangat terkait penolakannya atas permintaan Trump untuk menghentikan penyelidikan kasus mantan Penasehat Keamanan Gedung Putih, Michael Flynn yang diduga kuat berhubungan secara rahasia dengan Rusia. Ia mengaku ditekan oleh presiden untuk segera menutup berkas (investigasi)-nya Flynn.
Tak hanya soal Flynn, bahkan orang kepercayaan (menantu) Trump yakni Jared Kushner juga dicurigai memiliki hubungan gelap dengan Rusia. Kushner dinilai sebagai mata-mata Rusia, karena ketika pertemuan dengan duta besar Rusia di Washington, ia membahas pembentuk jalur komunikasi rahasia antara Gedung Putih – Kremlin.
Kesimpulan sementara, jika agenda internal lanjutan adalah pemakzulan Trump dari kursi kepresidenan, maka skemanya adalah naiknya sang Wakil Presiden, Mike Pence.
Selanjutnya, apabila yang dijalankan oleh Paman Sam melalui isu Jerusalam adalah “isu sebagai pola (eksternal),” maka agenda dan skema kolonialismenya telah dapat dibaca di atas, tetapi jika yang dijalankan justru agenda internal, maka pertanyaan retorika adalah, “Siapa di belakang Mike Pence?”
Terima kasih []
Penulis: M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)