Kekuatan Agama dan Masa Depan Revolusi Dunia Arab

Perhatian masyarakat dunia masih tertuju pada pergolakan politik di dalam negeri sejumlah negara Arab. Para pengamat mengungkapkan beragama analisisnya. Tapi, Dalia Mogahed, analis senior dan direktur eksekutif di Abu Dhabi Gallup Center dan Gallup Center for Muslim Studies mengamati sisi lain dari pergolakan itu.

Dalia menyebut revolusi rakyat di kawasan Afrika dan Timur Tengah sebagai "musim semi di dunia Arab".

"Orang-orang Amerika kelihatannya tidak terlalu yakin, bagaimana mereka harus melihat ‘musim semi’ di dunia Arab. Ada simpati yang besar pada revolusi rakyat di Mesir, tapi sikap publik jelas terbagi melihat dinamisasi yang terjadi di Libya. Sementara pemerintahan Obama berusaha menjelaskan tujuan dan strategi intervensi pasukan koalisinya di negara Afrika Utara itu, ada hal lain yang membuat sebagian rakyat AS merasa tidak resah, yaitu peran agama dalam pergolakan di Timur Tengah," kata Dalia mengawali analisanya.

Di Libya, kelompok oposisi anti-Gaddafi masih menjalankan salat berjamaah di tengah perlawanan mereka, yang sekarang sudah berubah menjadi pertempuran bersenjata. Di Suriah, para pengunjuk rasa meneriakkan "Allahu Akbar".

Bagaimana menafsirkan gambaran seperti itu? Jawaban sederhana atas pertanyaan ini, kata Dalia, bahwa keimanan telah menggelorakan perjuangan di seluruh dunia untuk meraih kebebasan, termasuk dalam memperjuangkan hak-hak sipil, tak terkecuali di dunia Arab.

"Spiritualitas menjadi mata uang sosial yang dominan di kawasan," ujarnya.

Ia mengutip hasil riset Gallup yang menunjukkan, lebih dari 90 persen orang Arab mengatakan bahwa agama merupakan bagian penting dalam kehidupan mereka sehari-hari. "Di masyarakat manapun, dimana orang berusaha memobilisasi komunitasnya untuk melakukan aksi tertentu, mereka memanfaatkan modal sosial dan psikologis secara kolektif untuk menggalang kekuatan," papar Dalia.

"Di Timur Tengah, banyak orang yang mempertimbangkan nilai-nilai dari agama mereka sebagi aset masyarakat yang terbesar dan menjadi kunci bagi kemajuan mereka," jelasnya.

Ia menyatakan, dalam konteks dunia Arab yang mayoritas penduduknya Muslim, agama Islam menjadi sumber yang kaya akan filosofi tentang pembebasan. Prinsip teologi yang paling utama dalam Islam adalah, ke-esa-an Tuhan yang mutlak, yang artinya keberadaan-Nya tidak perlu diragukan dan dipertanyakan lagi, kepada Alla-lah manusia berserah diri dan hanya Dia-lah satu-satunya yang benar-benar harus ditakuti.

Keyakinan yang sangat kuat dan fokus akan kebesaran Tuhan meminimalkan supremasi para tiran, dan membuat para tiran itu menjadi tak berarti apa-apa. Ketika para pengunjuk rasa berteriak "Allahu Akbar", mereka sedang mengatakan bahwa Tuhan yang Mahamulia yang berkuasa atas para diktator.

Apa yang dilakukan para pengunjuk rasa itu, kata Dalia, persis seperti apa yang diajarkan Rasulullah Muhammad Saw. dalam aksi protes yang damai. Rasulullah Saw. mengatakan, "Jihad yang paling besar adalah mengatakan kebenaran pada seorang tiran."

Tema-tema keagamaan juga bisa menjadi penyemangat dan menumbuhkan harapan bagi banyak orang, bahkan ketika mereka dalam situasi yang tidak menguntungkan. Dalia memberi contoh saat revolusi Mesir, ketika rakyat yang berunjuk rasa dalam situasi yang tidak menentu, mereka menyebut perjuangan mereka melawan Husni Mubarak sama dengan perjuangan ketika Nabi Musa melawan Firaun dan pasukannya.

Selain citra yang kuat, doa-doa yang dipanjatkan juga menjadi pengingat bagi banyak orang bahwa bahwa perlawanan yang dilakukan rakyat Mesir lebih dahsyat dibandingkan apa yang dilihat orang-orang yang berada di luar Mesir.

"Seorang perempuan yang ikut aksi protes di Tahrir Square mengatakan pada saya tentang kehancuran kolektif yang dirasakan pengunjuk rasa, ketika mereka berharap Mubarak akan segera mengumumkan pengunduran dirinya, tapi ternyata Mubarak mengumumkan keinginannya untuk tetap berkuasa. Ia mengatakan, setelah pidato Mubarak, seseorang dengan menggunakan pengeras suara menyerukan ratusan ribu pengunjuk rasa yang ada di Tahrir Square untuk berdoa bersama agar pembebasan segera datang. Dan itu pembebasan itu datang keesokan harinya," kisah Dalia.

Kekuatan iman yang tinggi ini mampu mencegah konflik yang disebabkan oleh ego dan rasa ingin diakui yang bisa merongrong tujuan mulia dari gerakan reformasi itu sendiri.

"Saya diberitahu, saat mendengar kabar Mubarak mundur, banyak pengunjuk rasa yang sudah berminggu-minggu melakukan aksi protes di Tahrir Square dan menghadapi ancaman penangkapan, penyiksaan bahkan kematian, secara spontan dan dengan gembira mengatakan ‘Allah telah mengalahkan rezim ini’," ungkap Dalia.

Lalu bagaimana sikap ini akan menentukan masa depan dari revolusi rakyat di dunia Arab? Dalia menegaskan, apapun masa depan gerakan perubahan yang begitu banyak dan beragam, yang terjadi di Timur Tengah, satu hal yang pasti bahwa, alasan yang sakral akan terus menginspirasi banyak orang untuk memperjuangkah hak-hak mereka. Orang yang mencintai kemerdekaan akan mengenali dengan baik banyak bentuk pembebasan. (ln/HuffPost)