Christian Chua, dalam “Chinese Big Business in Indonesia: The State of Capital”, 2006, sebuah disertasi, bukan hanya sejalan dengan temuan Amy Chua, bahkan saat ini China kapitalis, bukan saja menguasai ekonomi, namun paska reformasi mereka telah menguasai negara.
Christian Chua menggambarkan transisi Cina kapitalis dari masa “Bureaucratic Capitalism” di era orde baru, lalu masa “Oligarchic Capitalism” sekitar tahun 80an sampai 1998 & masa selanjutnya “Plutocratic Capitalism”, di mana kekuatan Cina kapitalis yang awalnya berlindung pada politico-bureaucrat akhirnya saat ini memiliki kekuatan lebih unggul.
Dalam demokrasi, awalnya para kapitalis shock karena harus terlalu banyak menawarkan konsesi kepada pusat kekuasaan yang menyebar. Namun, sejalan dengan demokrasi yang bersandar pada politik uang, maka sandaran politik kekuasaan kembali kepangkuan para kapitalis.
Plutocrary artinya “the rule of wealth”. Dalam politik, “plutocratic capitalism” maksudnya negara yang dikendalikan orang-orang kaya. Kadangkala istilah lain yang mirip adalah “Corporatocracy”, untuk menunjukkan korporasi besar yang nengendalikan negara, bukan individual-individual pengusaha.
Kecepatan dan percepatan akumulasi asset para kapitalis ini, diteliti oleh Jeffrey Winter (2013) dan Arif Budimanta ( 2017). Menurut Budimanta, pada tahun 2016, Material Power Index (MPI) dari 40 orang terkaya di sini mencapai 548.000, sedangkan di Singapore 46.000 dan Malaysia 152.000. MPI ini ukuran kekayaan para kapitalis dibandingkan rata2 pendapatan penduduk (GDP perkapita).
Menurut Jeffrey kesenjangan kekayaan kaum oligarki ini dengan rata-rata rakyat, di Indonesia, merupakan yang terburuk di dunia.