Kasus KM 50: Pengadilan Sesat, Tuntutan Sesat dan Akan Berakhir Dengan Vonis Sesat?

[Catatan Hukum Advokasi Pelanggaran HAM Kasus KM 50]

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.

Advokat, Ketua Umum KPAU

Terdakwa Pembunuhan 6 laskar FPI, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella hanya dituntut oleh Jaksa dengan pidana penjara selama 6 tahun. Koordinator kuasa hukum terdakwa Henry Yosodiningrat mengatakan, pihaknya akan membacakan pleidoi dalam waktu singkat yakni hanya memerlukan waktu dua hari kerja.

“Untuk melakukan pembelaan terhadap terdakwa untuk asas peradilan cepat dan sederhana kami minta dua hari kerja Rabu dan Kamis,” kata Henry dalam sidang yang digelar secara virtual, Selasa (22/2/2022).

Jadi, bisa dipastikan kasus ini akan segera tutup buku. Vonis akan ringan, jika mengikuti pakem paling vonisnya 4 (empat) tahun. Jauh dari tuntutan keluarga korban yang mengharapkan pidana mati.

Selanjutnya, vonis kasus ini akan dijadikan bahan pidato berulang ulang bahwa rezim telah menegakkan hukum. Tidak boleh ada lagi, narasi tuntutan pengusutan kasus KM 50, karena kasusnya sudah divonis. Segenap anak bangsa, akan diminta melupakan kasus ini.

Sejak awal, penulis bersama KPAU dan sejumlah tokoh telah mengendus aroma jahat pada kasus ini. Penulis menyebut dengan istilah ‘Kasus ini akan di Novel Baswedan-kan’. Maksudnya, pengadilan diadakan bukan untuk mencari kebenaran materiil dan menegakkan hukum dan keadilan. Tetapi semata hanya akan dijadikan dalih, bahwa proses hukum sudah dijalankan.

Persis seperti kasus Novel, yang ramai hingga setahun lebih. Begitu diproses dan divonis, kasus tutup buku. Walaupun banyak pihak termasuk Novel sendiri tidak yakin pelakunya adalah orang yang dihadirkan di pengadilan, yang penting sudah ada vonis untuk membungkam suara kritis masyarakat.

Berangkat dari hal itu, kami di KPAU bersama sejumlah tokoh dan advokat telah lama menyatakan MOSI TIDAK PERCAYA PADA SIDANG KM 50. Hal ini kami tempuh, agar putusan apapun yang diketok oleh hakim, tidak dapat menghalangi upaya masyarakat untuk terus mencari keadilan dan menuntut usut tuntas tragedi KM 50.

Desain sidang yang sejak mula sudah terkesan dagelan, juga disampaikan oleh kuasa hukum keluarga korban Aziz Januar. Bagaimana mungkin, 6 orang laskar hanya dibunuh oleh 3 pelaku ? padahal, mereka sedang dalam tugas ? lalu, tiba-tiba satu pelaku dinarasikan tewas kecelakaan ? bagaimana dengan status yang memberikan perintah ? yang mengantarkan pada area KM 50 ? yang ikut menguntit ? kenapa, kasus seolah mau dipeta kompli dan pertanggungjawaban pidananya dibebankan hanya kepada dua biji orang saja ? terlalu sulit dipercaya bagi orang yang masih memiliki logika dan akal sehat.

Desain kasus dagelan, juga terbaca dari posisi kuasa hukum terdakwa tidak mengajukan eksepsi bahkan menilai dakwaan jaksa sudah cermat. Belum lagi, saat pledoi cukup dua hari untuk persiapan. Boleh jadi, draft putusan juga sudah dipersiapkan sebelum vonis dibacakan.