Kasus ACT, Bagaimana Umat Harus Bersikap?

 


Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

Kasus ACT tidak lepas dari konflik internal, yang dieksploitasi oleh pihak-pihak yang punya motif jahat. Lengsernya Ahyudin dari ACT diduga menjadi pemicu eksploitasi persoalan internal ini ke ranah publik.

Pihak-pihak yang tidak suka dengan program pemberdayaan keumatan, ingin menikam umat Islam, memutus dimensi filantropi umat untuk berjiwa setiakawan  terhadap sesama muslim bahkan berempati terhadap sesama manusia, agar menjadi pribadi yang saling curiga, timbul syak wasangka dan putuslah semangat ukhuwah dan saling tolong menolong diantara umat Islam.

Terbitnya laporan tempo, nimbrungnya PPATK, BNPT hingga Densus 88 dalam kasus ACT dapat dibaca adanya upaya ekploitasi konflik internal ACT untuk memberangus jiwa kedermawanan umat dan sikap saling tolong menolong karena persaudaraan Islam. Narasi ‘pendanaan terorisme’ berkedok bantuan sosial, akan menjadi narasi hantu untuk menakut-nakuti umat, agar tak terlibat dalam sinergi sosial karena khawatir akan dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme.

Runtuhnya kepercayaan umat kepada lembaga donasi, yayasan keumatan yang mengelola dana umat, akan dirasakan seluruh lembaga donasi bukan hanya ACT. Kekhawatiran dan ketakutan akan ‘diteroriskan’ wajar dirasakan, karena selama  ini isu terorisme tak jelas parameternya.

Karena itu, umat Islam harus mengambil sikap yang benar, proporsional, tidak gebyah uyah, apalagi termakan narasi terorisme berkedok temuan PPATK. Beberapa sikap dibawah ini penting untuk diperhatikan, diantaranya :

*Pertama,* wajib membangun sikap husnudz dzan kepada sesama umat Islam. Biasakan tabayun ketika mendengar berita, terutama dari pihak yang mendengki terhadap umat Islam. Jangan sampai timbul saling curiga dan syak wasangka, yang hal ini akan melemahkan persatuan umat Islam.

*Kedua,* semua lembaga donasi -apapun nama dan ruang gerak aktvitasnya- harus memahami mereka sedang menjalankan akad wakalah. Mereka bukan pemilik harta, melainkan hanya dititipi amanah harta dari umat untuk diteruskan kepada pihak-pihak yang berhak, sejalan dengan program yang digulirkan.

Prinsip mengelola harta umat ini adalah seperti mengelola harta anak yatim, bukan harta perseroan yang bisa diambil dan dimanfaatkan sekehendak hati asalkan perseroan untung. Dalam mengelola lembaga donasi logikanya bukan untung rugi, melainkan menunaikan amanah donatur.

Dalam hal ini masih dimungkinkan untuk mengambil sebagian untuk operasional, sebatas dan sepanjang operasional bisa berjalan. Bukan untuk dijadikan sarana pendapatan untuk meningkatkan harta kekayaan pribadi anggotanya. Penentuan operasional ini harus didasarkan pada akad dengan donatur dan kepantasan besaran operasional, sekedar agar program dapat terus berjalan.

*Ketiga,* segala hal yang dapat diselesaikan di internal jangan dibawa ke publik. Bahkan, menutup aib sesama muslim juga kewajiban. Jangan ada masalah diselesaikan dengan adagium ‘TI JI TI BEH’, mati siji mati kabeh.