by M Rizal Fadillah
Di salah satu Group WA ada karikatur lucu dan menusuk yang mungkin berhubungan dengan peristiwa penyerangan acara silaturahmi dan diskusi Forum Tanah Air ( FTA) di Hotel Grand Kemang 28 September 2024 lalu.
Ada tiga blok gambar karikatur tersebut, yang pertama berjudul “DatangTak Diundang..”. Ada beberapa ekor babi hutan liar dan beringas menyeruduk dan mengobrak-abrik fasilitas sekitarnya, sementara di depannya ada orang-orang duduk mengelilingi meja yang terkaget-kaget memperhatikan serudukan babi-babi tersebut. Tertulis pada layar di pinggir meja “Diskusi Tanah Air”.
Blok kedua berjudul “Salam Salaman..”. Tergambar babi-babi beringas tadi kini santai bersalaman dan berpelukan dengan figur-figur yang mirip dengan aparat Kepolisian. Blok ketiga berjudul “Dipanggang..” disini aparat Kepolisian berjajar bersiap duduk untuk Konperensi Pers sementara dibelakangnya bergantungan tontonan lima babi yang dipanggang. Di bawah jajaran aparat Kepolisian tertulis “jadi pahlawan”.
Karikatur di atas mendekati gambaran peristiwa penyerbuan dan perusakan atribut Diskusi Kebangsaan FTA di Grand Hotel Kemang pada hari sabtu lalu. Peristiwa yang berspektrum mulai sikap anti demokrasi, pelanggaran hukum, keterlibatan aparat hingga dalang di balik penyerbuan. Gerombolan itu membuat perangkap lalu terjebak dalam perangkapnya sendiri.
Terkuak lagi melalui video baru yang tersebar, ternyata sebelum aksi dilakukan, ada pembicaraan di suatu ruangan hotel antara anggota tim penyerbu dengan pihak Kepolisian yang diduga Polsek Mampang. Tampak ketidaksabaran para gerombolan untuk segera bertindak atau bergerak. Pihak Kepolisian menenangkan khawatir mengganggu kenyamanan tamu-tamu hotel.
Dengan fakta ini maka semakin terbukti bahwa semua gerak gerombolan diketahui oleh pihak Kepolisian.
Diduga pihak Polsek bukan instansi “dalang” penggerakan aksi, ada intansi yang lebih tinggi yang “menguasai” gerombolan tersebut. Tidak ada alasan kuat bahwa gerombolan itu bertindak sendiri. Ada kerjasama dan fasilitasi.
Tekanan publik yang kuat atas “blunder” aksi ini memaksa plan B dijalankan. Babi-babi itu harus dipanggang dan dipertontonkan.
Pekerjaan dengan mengorder etnis tertetu telah memancing ketersinggungan elemen betawi dan organisasi keagamaan. Konsolidasi dukungan dan perlawanan atas perlakuan biadab kepada tokoh-tokoh kritis merupakan keniscayaan. Tokoh yang hadir bukan orang sembarangan. Benar ucapan Said Didu “mereka salah pilih lawan”.
Mungkin jika karikatur berlanjut akan muncul blok kermpat, aparat Kepolisian sedang dibriefing atau diarahkan oleh “invicible hands” hitam untuk mengatasi dampak hebat akibat perbuatan bodoh penyerbuan kegiatan diskusi di sebuah hotel. Demonstrasi di depan hotel saja sudah salah kaprah, apalagi menyerbu ke dalam lalu mengobrak-abrik fasilitas hotel. Tindakan itu dibilang nekad dan gambaran dari kepanikan tingkat dewa.
Tidak ada pilihan lain selain menuntaskan secara obyektif faktor penyebab perbuatan nekad atas sebuah organisasi berjaringan internasional tersebut. Membongkar aktor di belakang atau dalang yang ternyata berujung pada babi-babi panggang yang dipertontonkan. Sampai tahap sekarang publik belum percaya aparat melakukan langkah yang obyektif dan serius.
Kasus Sambo dan Km 50 dengan disain tipu-tipu publik jangan diulangi dan dibudidayakan. Negara Pancasila itu berasas Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, bukan Kebinatangan Yang Kerdil dan Biadab.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 2 Oktober 2024