Kantong Gendut Pebisnis PCR

Tes PCR Penumpang Pesawat Seharusnya Ditanggung Pemerintah

Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia sehingga harganya naik berkali lipat. HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider dengan istilah ‘PCR Ekspress’, yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1×24 jam.

Publik menilai aturan tersebut sebagai kebijakan dikstriminatif yang semakin memberatkan serta menyulitkan masyarakat. Kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang di PCR benar-benar ditentukan secara adil, jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan.

Kesimpulan:

1.    Meski batas atas harga tes swab PCR sudah diturunkan, tidak  mengurangi niat perusahaan  untuk tetap mengeruk keuntungan, istilah saya rakus. Mereka memberlakukan harga berlapis untuk tes swab PCR. Semakin cepat hasilnya keluar maka harga yang dikenakan makin mahal.

2.    Saya kira hanya di Indonesia masalah pandemi dan kesulitan ekonomi rakyat dimanfaatkan oleh orang-orang dan pejabat yang tidak bermoral memaksimalkan keuntungan meraup cuan dari bisnis alkes dengan berbagai cara termasuk korupsi biadab bansos untuk orang miskin oleh seorang Menteri dan konco-konconya.

3.    Sia–sia mendorong pemerintah melakukan pengawasan ketika sudah ada penyesuaian harga batas atas tes usap PCR. Karena kecendrungannya memihak kepentingan perusahaan/ pemilik modal contoh Pemerintah menetapkan diskresi penghapusan pajak impor bagi alat-alat kesehatan untuk penanganan pandemi COVID-19, namun meningkatkan pajak kepada rakyat naik nya PPN dan pajak untuk barang konsumsi

4.    Selain klinik dan laboratorium, distributor alat kesehatan turut meraup keuntungan di balik moncernya bisnis tes COVID-19. Perusahaan distribusi alat kesehatan, termasuk mesin PCR dan reagen selama masa pagebluk, apakah mereka berbagi keuntungan dengan pejabat berwenang, who it’s know. Karena mereka selama ini sdh meraup cuan demikian besar kenapa tidak pemerintah menekan agar perusahaan kali ini mereka harus menentukan harga sesuai harga pokok, tanpa mengambil keuntungan. Bakti Sosial.

5.    Dulu aturan ini sudah mulai tertata khusus Jawa-bali, cukup dengan antigen. Harusnya ini yang diperluas, jangan malah mundur lagi ke belakang dengan mensyaratkan PCR. Apalagi kasus Covid-19 di Indonesia sudah semakin menurun. Masyarakat yang sudah melakukan vaksin sebanyak 2 kali. Prokes di pesawat di perketat, pakai 2 lapis masker dsbnya.

6.    Pemerintah harus menurunkan HET PCR kisaran menjadi Rp100 ribuan, kenapa India bisa ( dengan subsidi), jangan lagi ada kebijakan pemerintah tersebut kental dengan aura bisnis menguntungkan sekelompok orang dan membebani rakyat banyak. [RMOL]


Penulis adalah Sekjend Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa