Patut diduga, penyalahguaan kekuasaan dilakukan secara masif ketika dalam setahun belakangan ini BPN (Badan Pertanahan Nasional) diperintahkan menerbitkan sertifikat tanah gratis dalam jumlaah jutaan persil. Jokowi sendiri yang membagi-bagikannya kepada masyarakat. Tidakkah ini bisa disebut sebagai bagian dari upaya untuk memberikan keuntungan politik bagi Jokowi?
Hampir mirip, dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang berindikasi kampanye adalah penyerahan dokumen listrik gratis kepada sejumlah warga.
Kedua, kecurangan pada waktu penyelenggaraan pemilu (election day) termasuk antara lain adalah coblos illegal di luar negeri (ratusan ribu lembar di Malaysia); saksi dari capres 02 tak dibolehkan masuk. Kemudian, banyak kasus kertas suara habis, waktu mencoblos sudah lewat, dlsb. Terus, ada ‘serangan fajar’ atau tebar duit (ingat kasus satu juta amplop) plus laporan masyarakat bahwa sehari-dua hari sebelum 17 April mereka melihat ‘satuan khusus’ yang bergerak membagi-bagikan bingkisan yang diduga berat berupa uang tunai kepada kelompok warga tertentu. Lantas, ada KPPS yang memihak; KPPS yang mencoblos sendiri surat suara dan memasukkannya ke kotak suara, dll.
Ketiga, kecurangan dalam penghitungan suara (vote counting) terbagi dua: (a)kecurangan eksternal KPU, dan (b)kecurangan internal KPU. Kecurangan eksternal termasuklah ‘quick count’ (hitungan cepat, QC) yang diselenggarakan oleh stasiun-stasiun televisi pro-Jokowi yang sangat diragukan keakuratannya; malah sarat dengan tujuan penggiringan opini. QC ini berbasis angka-angka ‘settingan’ yang diproduksi oleh sekian banyak lembaga survey bayaran.