Oleh Asyari Usman
Dalam beberapa hari ini ada indikasi Hak Angket untuk pilpres curang Terstruktur, Sistematos, Masif (TSM) bakalan gagal digulirkan. Gelagat yang paling menonjol datang dari Puan Maharani –ketua DPP PDIP.
Ketika ditanya para wartawan, dua hari yang lalu, tentang prospek hak angket itu, Puan hanya menggelengkan kepala. Pertanda tidak ada. Sebelum ini pun Puan memperlihatkan keengganan untuk menggulirkan hak angket ini.
Sebaliknya, Puan menunjukkan hasratnya untuk membangun hubungan dengan Prabowo Subianto. Dia juga tampak lebih nyaman berinteraksi dengan orang-orang Prabowo ketimbang dengan tim Ganjar Pranowo.
Dari sini, harus diakui kemungkinan kegagalan hak angket DPR jauh lebih kuat dibandingkan kemungkinan bergulir. Sebab, Puan adalah figur sentral yang berperan utama untuk menentukan jadi atau tidak jadinya hak angket. Pertama, dia adalah orang nomor dua di PDIP. Kedua, Puan juga menduduki posisi terpenting di struktur parlemen, yaitu sebagai ketua DPR.
Kedua posisi yang dipegang Puan ini sangat kuat untuk mencegah pengguliran hak angket. Oleh karena itu, kita semua lebih baik memikirkan cara lain untuk membongkar kecurangan TSM pilpres 2024.
Sebelum kita teruskan tentang cara lain itu, tampaknya perlu ditelisik sedikit kira-kira mengapa Puan enggan melanjutkan hak angket. Ada apa? Apa yang menjadi penyebab utamanya?
Pertama, andaikata jadi juga terlaksana, hak angket pilpres curang itu bisa melebar ke mana-mana. Sebagai contoh, penyelidikan angket bisa menjangkau isu-isu yang berada di luar konteks kecurangan pilpres. Termasuk penyelidikan soal dana kampanye para paslon presiden dan calon legislatif (caleg).
Ini bisa memicu kegaduhan baru. Apalagi kalau Panitia Khusus (Pansus) hak angket sampai menemukan hal-hal yang mencurigakan perihal aliran dana kampanye ke para kontestan. Besar kemungkinan aspek inilah yang terlintas di kepala Puan Maharani yang membuat dia menjadi enggan mendukung hak angket itu.
Kedua, pengungkapan kasus korupsi BTS Kominfo (pembangunan menara komunikasi Base Transceiver Station 4G) sempat menyebut-nyebut nama suami Puan, Hapsoro Sukmonohadi. Hampir pasti ini yang menambah kuat semangat Puan untuk menggagalkan hak angket.
Dugaan keterkaitan Hapsoro dengan skandal korupsi BTS itu pula yang tampaknya mendorong Puan untuk merapat ke kubu Prabowo. Dengan harapan agar di bawah pemerintahan Prabowo (yang berkemungkinan akan disahkan oleh MK) kelak, posisi suaminya bisa aman.
Yang ketiga, selain mengancam suami Puan, hak angket bisa juga mengancam sekian banyak terduga penerima duit korupsi BTS di lingkungan DPR maupun di jajaran eksekutif. Diperkirakan total kerugian negara mencapai Rp8,000,000,000,000 (delapan triliun). Cukup besar untuk sampai ke banyak pejabat negara dan individu swasta.
Karena itu, boleh jadi hak angket pilpres curang akan terbentur skandal korupsi BTS. Namun demikian, ada saja kemungkinan Puan berubah sikap. Cuma, DPR sendiri memulai reses 5 April. Masa sidang berikutnya baru akan dimulai pada 5 Mei. Sehingga, momentum hak angket semakin lemah dan waktu yang tersedia makin pendek.
Sekarang kembali ke “cara lain” untuk mengungkap kecurangan TSM pilpres 2024 jika hak angket gagal. Apakah masih ada jalan yang bisa ditempuh?
Ada saja yang bisa muncul secara spontan. Artinya, rakyat akan marah karena cara-cara konstitusional lewat Hak Angket tak terlaksana. Tidak tertutup kemungkinan mereka menempuh Hak “Bangket”. Yaitu hak yang mungkin dirasakan oleh rakyat sebagai hak yang melekat sejak lahir.
Dengan Hak Bangket, rakyat bisa menggelar penyelidikan yang efisien dan ringkas. Dijamin bebas dari KKN. Dan bagusnya, dengan Hak Bangket semua pelaku kecurangan akan mengakui perbuatan mereka. Mereka tidak hanya akan minta maaf melainkan minta ampun.
Kok bisa? Itulah dahsyatnya Hak Bangket? Hak Bangket adalah hak rakyat untuk melawan kesewenangan penguasa zalim. Parlemennya bukan di DPR tetapi di ruang terbuka. Biasanya di jalanan.
Bagi yang belum tahu, Bangket berasal dari kata “bangkit”. Dalam Kamus Umum Bahasa Jalanan (KUBJ), “bangket” adalah sinonim “bangkit”. Bangkit melawan kesewenangan.
Jadi, publik tampaknya tetap optimistis. Sebab, jika gagal Hak Angket, masih ada Hak Bangket.[]
6 April 2024
(Jurnalis Senior Freedom News)