Kabinet Nano-Nano

Kendati begitu, publik sesungguhnya tetap berharap bahwa mereka yang ditunjuk tersebut ada passion, ada track record yang panjang, ada catatan yang jelas selama ini, akan bidang yang akan ditangani. Bila ujug-ujug seseorang ditanam di area yang tidak pernah ia menjejak, negeri ini terlalu mahal untuk memberikan kesempatan pada unprofessional person menjabat jabatan mahapenting sekelas menteri, yang akan menakhodai banyak urusan di republik ini. Jokowi juga tidak benar-benar menempatkan profesional nonparpol – sering disebut profesional murni—pada jabatan yang tepat, yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan passion-nya selama ini.

Tidak lulus dengan lima catatan

Secara umum ada lima catatan penting bagi Kabinet Jokowi. Pertama, masih kuat kesan akomodasi politik. Kedua, tidak semua yang direkrut ditempatkan pada posisi the right person on the right place. Ketiga, masih ada menteri yang latar belakangnya potensial bermasalah, baik dalam kasus korupsi maupun soal hak asasi manusia (HAM). Keempat, ada menteri yang diragukan kemampuannya, tetapi ditempatkan pada posisi menteri utama. Kelima, ada pula menteri yang berasal dari masa lalu, yang harusnya istirahat saja untuk memberi jalan bagi yang muda, bagi generasi sekarang.

Mengenai potensi korupsi, penting dikonfirmasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apakah ada menteri yang diberi stabilo merah atau kuning, tetapi tetap direkrut. Gosip-gosipnya, konon, ada, malah orang tersebut ditempatkan pada kementerian strategis, dan cukup kuat juga perannya sehingga sulit untuk dicoret. Semua catatan tersebut menjadikan saya harus menyatakan bahwa Presiden Jokowi belum lulus dalam ujian pertama terkait rekrutmen para menteri.

Kendati demikian, ada catatan yang perlu diapresiasi. Jokowi setidaknya berhasil ‘mencoret’ petinggi parpol semacam Wiranto (Hanura) dan Muhaimin Iskandar (PKB) yang telah menyorongkan diri sendiri untuk dipilih. Protes-protes masyarakat tentang kedua sosok tersebut, yang sangat ramai di media-media sosial, kiranya didengarkan sehingga Muhaimin memilih kembali ke pangkuan PKB ketimbang tetap ngotot masuk kabinet. Itu pun setelah KPK menyampaikan catatan-catatan soal calon menteri, dan publik tidak tahu apakah Muhaimin masuk barisan yang mana, apakah yang bertinta merah, kuning, atau tidak bertinta sama sekali. Sementara Wiranto, yang pada saat-sat terakhir sebelum pengumuman kabinet masih juga santer disebut akan menduduki kursi Menko Polhukkam, akhirnya juga tergusur.

Sayangnya, Jokowi rupanya juga mencoret ‘a few good men’ yang santer pula disebut akan masuk kabinet, bahkan sudah diundang untuk beraudiensi, seperti Saldi Isra, Komaruddin Hidayat, dan Mas Achmad Santosa. Ketiga sosok ini sangat dekat dengan kalangan civil society, tidak berpartai, tetapi kiprahnya bisa dijejaki. Saldi, misalnya, disebut akan menduduki kursi Menkumham setelah Hamid Awaluddin dicoret. Hamid semula kandidat kuat, tetapi lumayan kontrovesial karena pernah menjadi