Kalkulasi rasional, PBB cukup berat untuk bangkit dan bersaing dengan partai-partai lain. Apalagi electoral threeshold di 2019 makin tinggi, yaitu empat persen. Hasil survei dari sejumlah lembaga, untuk mencapai target dua persen saja PBB mesti kerja super keras. Apalagi empat persen.
Sadar keadaan, Yusril harus melakukan langkah “setengah gila”. Bila perlu menggunakan “jurus mabuk”. Mesti lebih bernyali membuat terobosan. Persetan jika dianggap tak populer. Ini darurat! Emergency!
Apa langkah Yusril? Pertama, memperkuat modal sosial. Ketika HTI dicabut ijin ormasnya, ini peluang. Yusril maju dan jadi lawyer HTI. Barternya? HTI dukung PBB. Ini langkah taktis dan cerdas. Peluang untuk menambah suara PBB. Di sisi lain, ini juga jadi ikhtiar menginsafkan dosa politik HTI yang selama ini selalu golput.
Kedua, tak cukup dengan HTI, Yusril memanfaatkan momen pilpres. Caranya? Merapat ke Paslon. Jajaki negosiasi. Apa untungnya? Pertama, logistik. PBB, dan semua partai perlu logistik untuk pileg. Mendukung capres-cawapres, peluang logistik terbuka. Kedua, Coat-tail effect. Numpang branding capres-cawapres.
Saat ini, yang dianggap tepat sebagai tempat berlabuh bagi PBB adalah Prabowo-Sandi. Kenapa? Sama-sama memiliki background keumatan. Prabowo-Sandi didukung oleh koalisi keumatan. Dan PBB adalah partai eks Masyumi yang juga berbasis keumatan.