JOKOWI’S IDOL ATAU JOKOWI’S DOLL ?

by M Rizal Fadillah

Di awal tahun politik 2023 mata rakyat mulai tertuju pada sikap atau tingkah figur sang Presiden. Secara konstitusional Presiden Jokowi harus mengakhiri masa jabatannya pada tahun 2024 nanti. PDIP tidak setuju penambahan atau perpanjangan periode masa jabatan. Megawati dan Jokowi seperti yang kurang akur.

Menarik ucapan Ketum PDIP Megawati bahwa status kepresidenan Jokowi ditentukan oleh PDIP “Pak Jokowi itu ya ngono loh, mentang-mentang. Lah iya padahal Pak Jokowi kalau ga ada PDI Perjuangan juga duh kasihan dah”, seru Megawati yang mengklaim cantik dan kharismatik.

Meski dikasihani tapi Pak Jokowi masih mencoba menunjukkan eksistensi dan kejumawaannya. Untuk perpanjangan periode tetap menjadi opsi melalui disain dukungan relawan. Pemulihan ekonomi pasca covid 19 dan gonjang-ganjing atau demoralisasi KPU dapat menjadi alasan.

Ketika perpanjangan dirasakan terlampau berat, maka Jokowi terpaksa memainkan peran sebagai “king maker”. Dalam permainan itu ada idola (idol) ada pula boneka (doll). Beberapa figur politik dimainkan atau dipermainkan bak “idol” maupun “doll”.

Ganjar Pranowo sebagai pemain “rambut putih”, “sesama Jateng” serta “pelanjut blusukan” dapat menjadi idola sekaligus boneka. Jokowi dan oligarki butuh figur yang mudah dikendalikan dan berfungsi sebagai pengaman pasca berkuasa. Ganjar menjadi pilihan, meski banyak kelemahan bakal tonjokan lawan.

Prabowo Subianto bukan Jokowi’s idol tetapi sangat mungkin untuk menjadi Jokowi’s doll. Lewat isu pasangan Prabowo-Jokowi yang dilambungkan, Prabowo berbunga-bunga seakan direstui Jokowi. Padahal mantan lawan politiknya ini sedang menjadi boneka kayu yang diayunkan untuk kemudian dibanting dan dimasukkan kotak.

Yang terbaru mainan Jokowi adalah Yusril Ihza Mahendra. Betapa tersanjungnya atas “dukungan serius” yang sesungguhnya “palsu” akibat syarat disuruh cari partai PT 20 %. Tidak mudah untuk PBB yang non-parlemen. Yusril calon korban tipu mentah-mentah. Gede rasa dan kepala akan kemampuan jika menjadi Presiden.

Setelah didukung Jokowi ia menyatakan “Saya tahu apa yang bisa dikerjakan jika menjadi Presiden” sambil menyoroti kebanyakan orang yang hendak menjadi Presiden tidak tahu apa yang akan dikerjakan. Bermodal pernah menjadi penulis pidato dan latar belakang akademis yang mumpuni, Yusril sesumbar.

Jokowi rupanya sedang mencari teman untuk bersama-sama hancur dengan berupaya memerankan diri sebagai “king maker”. Menjadi penentu. Tetapi disadari atau tidak nasib sebenarnya sedang menuju sekarat menghadapi ajal kekuasaan.

Para boneka merasa bahagia didukung Jokowi lalu bersandar habis. Lupa bahwa bersandar pada sesuatu yang rapuh itu berisiko yakni jika sandarannya runtuh, maka ia pun ikut jatuh.

Nah, para Jokowi’s idol sesungguhnya merupakan Jokowi’s doll. Ya idola ya boneka. Boneka India eh Cina yang tidak cantik dan tidak kharismatik.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 15 Januari 2023