Pukulan demi pukulan didaratkan. RUU HIP dan RUU BPIP cukup telak. Pidato berbaju adat yang “tak nempat” pun dipersoalkan. Terasa bagaikan sebuah karnaval anak-anak.
Isinya yang menuduh agar jangan “sok agamis dan Pancasilais” melayang tak jelas. Padahal dahulu Jokowi sendiri yang menyatakan dengan lantang “Saya Pancasila”.
Pidato karnavalnya itu bicara juga soal memberantas korupsi. Orang pun tertawa terbahak-bahak mendengarkannya. Ketika optimisme digembor-gemborkan maka rakyat tak percaya pada ramalan yang tak berbasis fakta.
Beda tipis antara prediksi dengan halusinasi. Pak Jokowi sedang berhalusinasi. Pandangan myopsis dari Presiden yang diduga tertekan atau stress.
Para tokoh nasional yang berhimpun dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang merasa prihatin dengan kinerja buruk pemerintahan Jokowi adalah fenomena baru.
Maklumat “Tugu Proklamasi” yang akan dibacakan menjadi “palu godam” yang dapat membuatnya bertambah goyah.
Bila saja Pak Presiden masih dapat berdiri maka posisinya sudah tidak ajeg lagi, tetapi bergerak-gerak “sempoyongan”.
Ah, Pak Jokowi sebaiknya Bapak mundur saja deh sebelum dimundurkan. Rakyat akan senang dan bahagia. Berterimakasih atas pengorbanan Bapak yang telah memberikan “kado ultah 75 tahun RI” untuk rakyat.
Pekik rakyat atas turunnya Bapak.. Merdeka..!
M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik dan kebangsaan.