Eramuslim.com – SEJAK pelantikan Presiden Jokowi terus-menerus menerima pukulan baik dari pendukung Prabowo sebagai pesaing, maupun dari lingkungan internal yang kecewa tak puas dalam menikmati kue kemenangan.
Isu kecurangan terus digaungkan meskipun telah mendapat legalitas dari Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan kubu Prabowo.
Agak tenang setelah memberi jabatan Menhan kepada Prabowo yang “sok ksatria” seolah demi persatuan bangsa sehingga bersedia menjadi “pembantu” Presiden.
Kekecewaan para pendukung sangat nyata sampai tidak sedikit yang menggelarinya sebagai “ayam sayur” atau “bermental kacung”. Ada pula yang menyebut sang macan telah berubah menjadi meong, bahkan cebong.
Kebijakan oligarkhis dan otoriter mulai ditunjukkan. Diawali dengan revisi UU KPK yang meski sebagai inisiatif DPR tapi semua tahu siapa yang berniat melumpuhkannya.
Dewan Pengawas yang memiliki kewenangan besar itu berada di bawah “kendali” Presiden. Begitu juga para staf KPK yang diberi status ASN. Mahasiswa melakukan aksi dan perlawanan keras. Ini merupakan pukulan awal.
UU Minerba, RUU Omnibus Law, serta rencana pemindahan ibukota telah menuai protes. Buruh dan elemen rakyat lainnya berunjuk rasa. Setiap produk dari kebijakan Jokowi selalu mendulang kritik, protes, dan diantaranya unjuk rasa. Ini karena kualifikasi manajerial dan kompetensi kepemimpinan lainnya yang lemah dan “ugal-ugalan”.